KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Wapres KH. Ma’ruf Amin Pimpin Delegasi Indonesia di KTT Perubahan Iklim di Mesir

8 November 2022 | Berita

Wapres KH. Ma’ruf Amin pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau the 27th Conference of the Parties of the UNFCCC ke 27 (COP 27) di Sharm El Sheikh International Convention Centre (SHICC), Sharm El Sheikh, Republik Arab Mesir (6/11/2022). Foto: Setwapres

KAIRO (stunting.go.id)- Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau the 27th Conference of the Parties of the UNFCCC (COP 27) yang digelar di Sharm El Sheikh International Convention Centre (SHICC), Sharm El Sheikh, Republik Arab Mesir, 6-18 November 2022.

Pertemuan tingkat pemimpin negara ini dibuka oleh Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi, Senin (07/11/2022). Delegasi dari 110 negara hadir dalam pembukaan ini, termasuk KH. Ma’ruf Amin mewakili Indonesia. Di antara 110 delegasi negara, terdapat 63 kepala negara/pemerintahan yang hadir.

Wakil Presiden RI yang juga duduk sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat, disambut oleh Presiden El-Sisi dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Perubahan iklim merupakan isu penting dunia dan menjadi salah satu topik yang menjadi agenda bersama pada Konferensi KTT Perubahan Iklim PBB atau United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC).

Pada pertemuan COP27 di Mesir ini, tema yang diusung adalah “Together for Implementation”. Pertemuan ini membahas isu-isu krusial seperti adaptasi, kerugian dan kerusakan, finansial, mitigasi, Pasal 6 Perjanjian Paris, serta transparansi terkait perubahan iklim.

Pada KTT ini, negosiator Indonesia berfokus pada kebutuhan untuk ”implementasi” berbagai keputusan dan mandat dari COP26 Glasgow, Nationally Determined Contribution (NDC), Long Term Strategy (LTS), dan komitmen pendanaan.

Indonesia akan memberi perhatian pada lima hal, yaitu: pertama, peningkatan ambisi aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, khususnya di negara berkembang, membawa konsekuensi, akan mempercepat upaya penciptaan enabling condition, termasuk melalui penciptaan kebijakan nasional domestik yang kuat yang sejalan dengan tujuan Persetujuan Paris.

Kedua, Indonesia harus menekankan urgensi dan pentingnya dukungan bagi negara berkembang melalui peningkatan kapasitas, transfer-pengembangan dan penerapan teknologi, mobilisasi pendanaan perubahan iklim, yang harus disertai dengan koherensi aliran pendanaan untuk pembangunan rendah karbon yang berketahanan iklim.

Ketiga, dalam implementasi akselerasi aksi iklim di masa transisi ini, Indonesia tetap perlu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang menghormati perbedaan kondisi lingkungan dan kebutuhan lokal, sistem kepemerintahan lokal, dan pengetahuan serta kearifan lokal.

Tujuan Adaptasi Global atau dikenal sebagai Global Goal on Adaptation, adalah untuk merancang peningkatan kapasitas adaptif dan memperkuat ketahanan guna mengurangi kerentanan dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Kapasitas Adaptif, yang berarti tetap mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bersifat lokal tadi, yang disebutkan sebelumnya, yang berkontribusi positif bagi pembangunan berkelanjutan.

Keempat, mobilisasi dana publik tetap merupakan key enabler bagi pendanaan iklim, khususnya untuk aksi adaptasi. Indonesia juga tetap melanjutkan kerja dalam mengidentifikasi sinergi antara sumber pendanaan publik dan privat di tingkat nasional, dan sumber bilateral – multilateral dalam rangka penyediaan dan mobilisasi sumber pendanaan, termasuk melakukan eksplorasi berbagai sumber pendanaan alternatif dan inovatif dengan seharusnya tidak merusak upaya menuju kesinambungan utang.

Selain itu, Indonesia menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan keuangan, regulasi sektoral dan regulasi keuangan, serta instrumen pendanaan publik yang mempertimbangkan kondisi nasional sebagai penggerak mobilisasi pendanaan swasta guna memperbaiki pengelolaan risiko terkait iklim dan implementasi NDC.

Kelima, sebagai negara maritim, Indonesia menyadari pentingnya peningkatan pemahaman ocean and climate nexus dengan penguatan kerja ilmiah melalui penelitian dan pengembangan, peningkatan permodelan dan observasi kelautan guna pengelolaan dan koleksi data. Hal tersebut dapat menjadi modalitas Indonesia dalam berpartisipasi untuk memajukan Dialog Kelautan dan Perubahan Iklim sebagai lanjutan inisiatif yang telah dimulai di COP25 di Madrid tahun 2019.

Sejauh ini, Indonesia telah memberikan contoh implementasi Glasgow Climate Pact, dengan penyampaian dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) bulan September 2022, yang berisikan peningkatan target reduksi emisi Gas Rumah Kaca di 2030.

Sejak KTT COP26, Indonesia telah aktif melakukan langkah-langkah penting sebagai tindak lanjut, di antaranya memprioritaskan transisi energi berkelanjutan dalam agenda presidensi G20 Indonesia.

Selain itu, konservasi dan restorasi aset alam Indonesia juga terus meningkat termasuk potensi perluasan area mangrove seluas 756 ribu hektar yang mampu menyerap karbon. Peningkatan ini selaras dengan kebijakan antara lain dalam penerapan pajak karbon, mencapai Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik, serta inisiasi program biodiesel B40.

Indonesia selanjutnya menyerukan juga agar para pihak lainnya terutama kelompok Negara Maju yang belum memperbarui target NDC 2030-nya untuk segera meningkatkan ambisi mitigasi, adaptasi, dan sarana implementasinya di COP27.

Mendampingi Wapres pada Pembukaan KTT COP27 ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat. (mjr/mw)

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait