KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Perlunya Inovasi untuk Perbaikan Gizi Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19

12 Januari 2021 | Berita

Untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 pada akses makanan bergizi, pemerintah melalui Kementerian Sosial telah menyalurkan bantuan sembako kepada 20 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebesar 200 ribu rupiah/KPM/bulan. Bantuan terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sumber vitamin dan mineral.

Namun, perbaikan gizi untuk masyarakat, utamanya keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) tidak bisa hanya mengandalkan satu program. Diperlukan kolaborasi multisektor dalam upaya perbaikan gizi dan penurunan stunting di Indonesia.

 “Untuk menekan angka balita stunting sebesar 14 persen pada 2024 sesuai yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, intervensi percepatan penurunan stunting yang terintegrasi harus terus dioptimalkan,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa dalam pertemuan Scaling Up Nutrition (SUN) Annual Meeting 2020 secara virtual, Senin (14/12).

Suharso menilai, penguatan upaya konvergensi melalui Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Pencegahan Stunting sudah berjalan dengan baik dan diharapkan dapat mempercepat pencapaian tujuan ini.

 “Saat ini, kita sedang berpacu dengan waktu untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing dalam rangka menjawab peluang bonus demografi ke depan. Untuk itu, kita perlu bergandengan tangan dan bekerja bersama dalam mencari inovasi-inovasi berbasis bukti dalam upaya mempercepat perbaikan gizi masyarakat,” ujar Kepala Bappenas.

Dalam acara yang sama namun di waktu yang berbeda, Selasa (15/12), Asisten Deputi Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Bencana, Sekretariat Wakil Presiden, Abdul Muis mengatakan bahwa upaya percepatan pencegahan stunting tetap menjadi prioritas pemerintah dimasa pandemi ini. Anggaran untuk pencegahan stunting bahkan mengalami kenaikan, terutama untuk dana bantuan sosial di Kemensos.

“Pada masa pandemi ini sesuai dengan Perpres 72/2020, terjadi kenaikan pagu anggaran  kita di tahun 2020. Seiring dengan penanganan Covid, anggaran kita untuk stunting dari Rp 27,5 triliun di awal tahun 2020, menjadi Rp 39,8 triliun pagu anggaran kita yang berkaitan dengan pencegahan stunting pada masa pandemi Covid-19,” kata Abdul Muis.

Di masa pandemi ini, intervensi gizi tetap dilakukan baik intervensi gizi sensitif maupun intervensi gizi spesifik. Namun terdapat sejumlah tantangan pelaksanaannya, salah satunya belum adanya strategi percepatan pencegahan stunting untuk situasi pandemi, krisis dan bencana.

“Perlu disusun strategi percepatan pencegahan stunting pada masa pandemi, karena ini menjadi sangat penting agar layanan paling tidak terhadap 1000 HPK tetap berjalan dengan baik” tambah Abdul Muis.

Semakin lama masa pandemi terjadi, maka semakin besar dampak negatif yang akan ditimbulkan bagi status gizi anak dan ibu hamil. Ini akan sangat berdampak pada upaya pencapaian target penurunan prevalens stunting 14% di tahun 2024.

Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Dhian Probhoyekti menyampaikan upaya Kemenkes tetap memberikan layanan kesehatan dan gizi di masa pandemi. Modifikasi pelayanan kesehatan dan gizi dilakukan mulai dari kunjungan ibu hamil, persalinan, bayi baru lahir, dan balita.

“Pada sasaran berisiko, dilakukan dengan janji temu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Pemantauan pertumbuhan di posyandu menyesuaikan dengan kebijakan setempat. Jika posyandu tidak buka, pemantauan secara mandiri dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),” kata Dhian.

Pelayanan Posyandu sempat turun di awal pandemi, namun kunjungan mulai naik di bulan Agustus, karena di bulan tersebut merupakan Bulan Timbang dan Bulan Pemberian Kapsul Vitamin A bagi balita. Pelaksanaannya dengan memperhatikan protokol kesehatan dan pembagian jadwal kedatangan ke posyandu.

Kemenkes juga mulai mengembangkan Pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) secara online karena pelatihan secara langsung terhambat pandemi.

“Puskesmas yang terlatih dengan pemberian makanan bayi dan anak baru 11 persen, karena dengan pandemi ini kita harus memodifikasi pelatihan ke dalam modul e-learning. Ini baru kita susun di tahun 2020. Diharapkan akan dapat dilaksanakan di tahun 2021,” ujar Dhian.

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait