JAKARTA (https://stunting.go.id)- Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat melakukan pendampingan terpadu pada Provinsi Sulawesi Barat, Rabu (23/11/2022). Pendampingan yang digelar melalui platform daring ini dilakukan oleh 26 kementerian/lembaga negara tingkat pusat.
Di antaranya adalah Kantor Staf Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Kabinet, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Riset Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian BPN/Bappenas, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, dan lain-lain.
Saat ini, Provinsi Sulawesi Barat masih memiliki problem stunting dengan angka prevalensi cukup signifikan. Angka prevalensi stunting Sulbar, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 adalah 33,8 persen. Angka ini sudah turun signifikan dalam 3 tahun, pada tahun 2019 prevalensi stuntingnya sebesar 40,3 persen.
Capaian itu relatif baik, namun faktanya saat ini Sulbar masih menduduki angka stunting tertinggi kedua di Indonesia, setelah Nusa Tenggara Timur. Secara kuantitatif juga masih jauh di atas prevalensi nasional sebesar 24,4 persen.
Dari pendampingan yang dilakukan selama sehari tersebut, terungkap bahwa upaya yang dilakukan tiap-tiap kabupaten di Provinsi Sulbar sebenarnya telah menunjukkan angka impresif. Berdasarkan SSGI tahun 2021 terjadi penurunan secara merata di kabupaten-kabupaten di Provinsi Sulbar. Kabupaten Mamuju turun paling drastis, dengan angka penurunan 13,3 persen poin. Pada tahun 2019, prevalensi stunting Mamuju masih di angka 43,6 persen, tetapi pada tahun 2021 prevalensi stunting Mamuju anjlok hingga di angka 30,3 persen.
Pj. Gubernur Sulbar Akmal Malik dalam forum pendampingan ini mengatakan, segala upaya telah dilakukan untuk menekan stunting ke titik terendah. Namun, situasi yang dihadapi tidaklah mudah. “Kami memiliki dashboard yang lengkap dan updated yang bisa menunjukkan titik-titik anak stunted by name, by adress, dan by coordinate,” katanya.
Dengan aplikasi tersebut, kondisi keluarga-keluarga sasaran dapat dipantau dari manapun, seperti cara kerja google earth. Namun, persoalan ini ternyata tidak sesederhana melakukan intervensi, lalu perubahan dapat tercapai. Ada struktur sosial, pranata masyarakat, tradisi, dan hal-hal tidak kasat mata yang bekerja melawan intervensi.
“Rata-rata keluarga stunting ternyata hidupnya berkecukupan. Coba lihat rumah-rumahnya lumayan bagus,” kata Wagub sembari membuka aplikasi yang menampilkan peta stunting di daerahnya. Salah satu penyebab stunting yang paling sulit diatasi adalah perkawinan anak, yakni mereka yang menikah di bawah 19 tahun sesuai ketentuan perundang-undangan.
Angka perkawinan anak di Provinsi Sulbar ternyata sangat tinggi. Tahun 2021 angkanya 17,71%, naik dari tahun sebelumnya sebesar 17,12% (2020). Secara nasional, Sulbar adalah provinsi dengan perkawinan anak tertinggi pada tahun 2021.
Dengan fakta-fakta yang ada, arah kebijakan penurunan stunting di Provinsi Sulbar pada 2023-2026 menargetkan penurunan prevalensi stunting 2,5 persen poin per tahun.
Lima aksi besar yang akan dipacu adalah peningkatan kualitas layanan kesehatan, pemberdayaan kemandirian masyarakat, peningkatan kapasitas SDM tenaga kesehatan, pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat, dan peningkatan akses kesehatan.
Dalam skala tertentu, sebenarnya hal-hal itu sudah dilakukan, bersama dengan delapan intervensi yang terus digencarkan. Secara umum realisasi pelaksanaan aksi konvergensi sampai November 2022 adalah 75,6 persen.
Berbagai problem yang dihadapi Provinsi Sulbar menjadi materi diskusi hangat antara Pemprov Sulbar dengan Tim TP2S Pusat. Pelaksanaan pendampingan juga menjangkau tiga kabupaten utama di Sulbar. Maka dari itu, pendampingan ini dilakukan dua tahap, yaitu pendampingan umum untuk Sulbar, kemudian peserta dibagi ke dalam tiga meeting room daring, yang masing-masing membahas Kabupaten Mamuju, Kabupaten Polewali Mandar, dan Kabupaten Majene.
Pendampingan ini menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) selama 135 menit dan coaching clinic selama 90 menit.
Sekretaris Daerah Kabupaten Majene Ardiansyah mengatakan, aksi konvergensi telah dilakukan seluruh OPD dengan baik. Faktanya, penurunan stunting di Kabupaten Majene bukan turun seperti air yang menetes, tapi laksana air terjun.
“Semua elemen di sini melakukan kerja konvergensi semaksimal mungkin, dan hasilnya ternyata berbanding lurus dengan angka penurunan stunting. Jika angka stunting meningkat setelah menjalankan delapan aksi konvergensi stunting, maka ada yang salah,” katanya.
Saat ini terdapat tantangan utama bagi TP2S Majene. Yang pettama adalah kolaborasi dan konvergensi, peningkatan cakupan, pembinaan lintas kader, dan dukungan penganggaran. Tahun ini alokasi anggaran untuk penurunan stunting dari daerah baru sebesar Rp41 miliar. (mjr.mw)