KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Kegiatan Komunikasi Perubahan Perilaku harus Sesuaikan dengan Budaya Lokal

27 Oktober 2021 | Berita

Komunikasi perubahan perilaku adalah sebuah proses interaktif antar individu dan komunitas untuk membangun perilaku positif sesuai dengan konteks lokal, sehingga mampu mendukung penyelesaian sebuah masalah di daerah tersebut. Dalam percepatan penurunan stunting, hal ini merupakan bagian dari pelaksanaan Pilar 2 Stranas Stunting yaitu Peningkatan Komunikasi Perubahan Perilaku dan Pemberdayaan Masyarakat. Pilar ini dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika di tingkat pusat, serta Dinas Kesehatan dan Dinas Komunikasi dan Informasi untuk tingkat kabupaten/kota.

Salah satu instrumen dalam Pilar 2 adalah pelaksanaan komunikasi antar pribadi (KAP). Kementerian Kesehatan telah menargetkan pelaksanaan kegiatan KAP setidaknya di 70 persen desa prioritas. Karenanya, diperlukan strategi yang tepat sesuai kearifan lokal dan program yang fokus pada perubahan perilaku, khususnya terkait dengan enam pesan kunci perubahan perilaku. Target komunikasi enam pesan ini adalah ibu hamil dan ibu dengan anak usia di bawah dua tahun.
Agar dapat mencapai target komunikasi dan menjangkaunya di seluruh daerah, salah satu caranya adalah peningkatan kapasitas bagi seluruh tenaga kesehatan agar kegiatan KAP ini bisa dilakukan dengan kualitas yang diharapkan di seluruh Indonesia.
“Diperlukan pelatihan bagi pelatih (Training of Trainer (TOT)) untuk menyiapkan tenaga pelatih atau fasilitator KAP yang handal, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk selanjutnya melakukan pelatihan di wilayah masing-masing,” kata Abdul Muis, Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan, Setwapres dalam acara Pelatihan Bagi Pelatih tentang KAP bagi Tenaga Kesehatan untuk Percepatan Pencegahan Stunting di Jakarta (25/10).
Setwapres memberikan dukungan atas pelatihan ini, yang merupakan bentuk kerja kolaboratif antara berbagai instansi yang mengkoordinasikan agen perubahan perilaku. Abdul Muis menyampaikan bahwa kegiatan pelatihan juga bisa dilaksanakan oleh agen perubahan perilaku lainnya, seperti tenaga penyuluh KB di bawah BKKBN. Dia juga mengapresiasi Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dan Pusat Pelatihan SDM Kesehatan, Kemenkes yang telah memiliki kurikulum modul TOT dan pelatihan KAP terakreditasi, yang ditandai dengan Sistem Informasi Akreditasi Pelatihan (SIAKPEL).

“Kami berharap melalui pelatihan TOT ini dapat terbentuk tim pelatih dan pengendali pelatihan yang memiliki kapasitas sesuai standar tentang Komunikasi Antar Pribadi untuk percepatan pencegahan stunting,” tambah Abdul Muis.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes, Kartini Rustandi menyampaikan bahwa kampanye tentang stunting sudah sangat banyak dilakukan, namun masih harus diperhatikan apakah pemahaman masyarakat tentang stunting sudah benar atau masih salah.
Kartini juga menyampaikan bahwa intervensi spesifik hanya menyumbang 30 persen pada pencegahan stunting, sedangkan intervensi sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perilaku dan lingkungan menyumbang 70 persen untuk pencegahan stunting. Dia mengharapkan agar saat menyampaikan pesan untuk perubahan perilaku, peserta pelatihan dapat menyesuaikan dengan karakter target komunikasi, seperti penggunaan bahasa yang mudah diterima.

“Kalau nanti dapat paparan, jangan mentah-mentah dibawa ke provinsi, kabupaten, puskesmas, dan masyarakat. Yang namanya komunikasi perubahan perilaku tentunya harus disesuaikan dengan siapa yang diajak bicara,” katanya.

Kartini juga menyampaikan bahwa kurikulum TOT telah bisa digunakan sebagai panduan, namun ada baiknya bila kurikulum ini juga bisa dikembangkan dengan lebih memanfaatkan perkembangan teknologi.

“Perlu dipikirkan kalau ini kan kurikulumnya luring. Bagaimana seandainya nanti hybrid (gabungan luring dan daring). Karena berkembangnya sistem informasi tetap kita perlukan. Walaupun harus memiliki teknik-teknik tertentu supaya kita bisa betul-betul mengetahui peserta latihnya mampu atau tidak, tambahnya,” lanjutnya.
Kegiatan Pelatihan Bagi Pelatih tentang KAP bagi Tenaga Kesehatan untuk Percepatan Pencegahan Stunting untuk Wilayah Barat (Sumatera dan Jawa, kecuali Banten) dilaksanakan secara luring di Jakarta pada tanggal 24 – 31 Oktober 2021. Kegiatan ini dihadiri oleh 90 peserta yang dibagi menjadi tiga kelas. Kegiatan untuk Wilayah Timur (Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT, Maluku, Papua) rencananya akan dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan pada akhir November 2021.

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait