KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

KAMPUS INGATKAN PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP STUNTING

13 Oktober 2022 | Berita, Media

Salah satu acara penyuluhan stunting yang dilakukan FEB UI di tengah-tengah masyarakat di Lombok Tengah, (4/10/2022). Foto: FEB Universitas Indonesia

JAKARTA- Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (Pengmas FEB-UI) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah melakukan penyuluhan tentang stunting dalam perspektif kebiasaan keluarga. Penyuluhan tentang penyebab stunting biasanya hanya dikaitkan dengan faktor gizi dan infeksi, faktor lain seperti paparan asap rokok masih terbatas.

Dalam penyuluhan yang dilakukan di kelurahan-kelurahan tersebut, penyadaran mengenai stunting tidak hanya diarahkan pada kebutuhan gizi dan makanan sehat, tetapi juga perilaku keluarga, khususnya kebiasaan merokok di lingkungan rumah oleh ibu hamil maupun anggota keluarga lainnya.

Oleh karena bukan merupakan formasi inti Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Daerah, Pengmas FEB-UI berupaya memberikan nilai tambah lain selain apa yang telah diberikan oleh TP2S. Menurut Ketua Pengmas FEB-UI, Aryana Satrya, penyuluhan tentang ini merupakan bentuk dukungan dan implementasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN-PASTI) Tahun 2021-2024 sebagaimana ditetapkan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021.

Dalam kunjungan ke titik-titik populasi sasaran, tim Pengmas FEB-UI yang berkolaborasi dengan Dinkes Lombok Tengah menyampaikan, bahwa paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena stunting. Hasil studi terkini, yang dilakukan Universitas Indonesia (UI) bersama Imperial College London, pada awal 2020, mendapatkan bukti bahwa ibu hamil yang merokok memiliki dampak jangka pendek terhadap pertumbuhan janin, dan efek jangka panjang terhadap tinggi badan anak. Disebutkan, nikotin yang terkandung dalam asap rokok dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan embrio dan tulang selama proses menyusui.

Aryana Satrya mengungkapkan, Ibu yang terpapar atau merokok akan mengalami perlambatan distribusi nutrisi dan oksigen dari ibu kepada bayi yang dikandung. Meskipun ibu tidak merokok di masa kehamilan, paparan asap rokok yang berasal dari suami atau lingkungan sekitar juga menjadikan ibu menjadi perokok pasif. Perokok pasif ini juga menderita gangguan transportasi nutrisi kepada janin yang pada akhirnya dapat menyebabkan bayi lahir dalam kondisi meninggal dunia, prematur, keguguran, atau berat badan lahir rendah.

Perilaku merokok orang tua juga berpengaruh terhadap intelegensi anak secara tidak langsung. “Terdapat kaitan erat antara perilaku merokok dengan kejadian stunting pada anak sejak dalam masa kandungan,” katanya. Hasil riset menunjukkan, anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi badan alias berpotensi stunting.

Menurut survei yang dilakukan Universitas Indonesia (UI) bersama Imperial College London menunjukkan bahwa prevalensi perokok pasif di Indonesia sangat tinggi, yaitu 78,4 persen. Bahkan prevalensi perokok pasif di Indonesia lebih tinggi lagi dibandingkan negara-negara lain. Angka ini di atas China yang berada di 48,4 persen, Bangladesh (46,7 persen), dan Thailand (46,8 persen).

Keluarga stunting yang merokok juga secara ekonomi dapat menurunkan tingkat asupan gizi keluarga. Stunting identik dengan kekurangan gizi kronis, yang identik dengan tingkat pendapatan rendah. Seharusnya alokasi belanja nutrisi lebih besar dari pada belanja sekunder dan tersier.

Belanja rokok, dalam hal ini, menjadi pemborosan yang tidak diperlukan. Maka tak hanya efek dari paparan asapnya, stunting juga bisa terjadi karena para orang tua cenderung menggunakan sebagian uangnya untuk membeli rokok, bukan makanan bergizi untuk anak mereka.

Diketahui, Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk ke dalam 10 provinsi dengan persentase penduduk usia di atas 15 tahun yang merokok, berada pada urutan ketiga, yaitu 32,71% (Katadata, 2022). Hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021 menunjukkan angka prevalensi stunting Indonesia sebesar 24,4% di mana Provinsi Nusa Tenggara Barat menempati angka prevalensi stunting keempat tertinggi, sebesar 31,4%. Dari sekian kabupaten/kota di NTB, Lombok Tengah menjadi daerah dengan angka stunting ketiga tertinggi di NTB, yaitu 32,1%. (mjr/mw)

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait