KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

83 RIBU CALON PENGANTIN TERDETEKSI MASALAH KESEHATAN

11 Oktober 2022 | Berita, Media

header

JAKARTA–Sebanyak 83 ribu calon pengantin yang mendaftarkan diri ke Kantor Urusan Agama diketahui memiliki masalah kesehatan sehingga berpotensi melahirkan anak-anak stunting baru.

Hal ini terungkap dari rekapitulasi data yang ditangkap aplikasi Elsimil atau Elektronik Siap Nikah Siap Hamil, yang diluncurkan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Bantul, 11 Maret 2022 lalu.

Aplikasi ini dikelola oleh Kantor Urusan Agama sebagai syarat pendaftaran bagi calon pengantin. Selain harus mengurus administrasi pernikahan, calon pengantin perempuan harus melakukan input data-data kesehatan umum, seperti lingkar lengan atas, lingkar lengan bawah, dan kadar hemoglobin.

Sejak diluncurkan Maret lalu, aplikasi ini telah menerima data 151.599 calon pengantin di berbagai daerah se-Indonesia. Hasilnya cukup mengejutkan, lebih dari setengah calon pengantin tidak dalam kondisi baik-baik saja. Calon pengantin yang mengalami anemia sebesar 17,8 persen, yang terlalu muda 7,2 persen, yang terlalu tua 7,5 persen, dan yang kekurangan gizi kronis sebesar 18 persen. Dengan demikian, total calon pengantin yang memiliki masalah kesehatan sebelum menikah sebesar 50,5 persen atau 83.379 orang.

Hal ini dikatakan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pada acara “Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da’i, dan Da’iyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting” di Istana Wakil Presiden pada Kamis (6/10/2022). Dengan adanya data tersebut, pihaknya akan dapat melakukan intervensi secara tepat sasaran. “Data ini sudah kami terima, by name by address, dan segera dilakukan intervensi langsung,” pertegas Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

Data itu bicara banyak tentang kondisi pasangan yang akan menikah di Indonesia, sehingga dapat diprediksi keadaan bayi-bayi yang akan lahir di masa mendatang. Dengan fakta tersebut, diperlukan intervensi agar problem kesehatan dapat diantisipasi sebelum tereskalasi menjadi masalah stunting.

“Kita sedang mengejar kualitas human capital index. Di antaranya mengejar angka prevalensi stunting 14 persen pada tahun 2024,” kata Hasto. Saat ini, prevalensi stunting secara nasional masih di angka 24,4 persen, di atas batas maksimal yang ditetapkan WHO, yaitu 20 persen.

Sementara itu, Kementerian Agama masih memberlakukan ketetapan lama, yaitu calon pengantin harus mendaftarkan diri 10 hari sebelum hari H pernikahan. Akan tetapi, dengan kondisi yang ada, Tim Percepatan Penurunan Stunting mendorong untuk diubah menjadi tiga bulan. Waktu tiga bulan ini lebih lapang untuk dilakukan intervensi kesehatan apabila calon ibu mengalami kondisi-kondisi potensial stunting.

Pada prinsipnya, ketika masa bulan madu para pengantin harus dalam kondisi sehat.
Apabila calon mempelai perempuan mengalami kondisi kekurangan gizi kronis, tentu saja waktu 10 hari tidak cukup untuk memulihkan kesehatannya. Padahal apabila tidak teratasi, calon ibu ini akan hamil dalam kondisi kekurangan sel darah merah, yang akibatnya plasenta menjadi tipis sehingga pasokan nutrisi pada bayi tidak cukup.

“Kita akan menghadapi bonus demografi tahun 2030-2040, setelah itu ada fase aging population. Saat ini, kita wajib berupaya keras agar generasi yang lahir nanti benar-benar sehat, produktif, dan berkualitas. Mereka adalah masa depan kita,” tambahnya.

BKKBN dan Kementerian Agama telah menandatangani nota kesepahaman agar pendaftaran nikah 3 bulan sebelum hari H dapat diterapkan. Tentu saja ini membutuhkan payung hukum yang dapat segera dibuat oleh Kementerian Agama.

Menurut Hasto Wardoyo, kebutuhan ini cukup mendesak, karena menurut survei, remaja putri di Indonesia banyak sekali yang mengalami anemia, kurang kalori, kurang gizi, dan minus protein. Anemia adalah kasus paling umum, dengan porsi 37 persen remaja putri. Sedangkan yang kekurangan gizi kronis mencapai 36 persen.

Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat Pusat, di mana Wakil Presiden RI duduk sebagai Ketua Pengarah dan Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana, kini menetapkan intervensi spesifik dan intervensi sensitif.

Kepada kelompok sasaran, yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu memiliki bayi kurang dari dua tahun, diberikan tablet tambah darah, paket nutrisi, dan makanan pendamping ASI. Hasto juga mengingatkan, usia menikah penting diperhatikan. Usia kehamilan yang sehat adalah di atas 20 tahun dan di bawah 35 tahun. “Prinsipnya jangan terlalu muda, jangan terlalu tua, jangan terlalu banyak, dan jangan terlalu sering,” katanya.

Perempuan muda di bawah 20 tahun lingkar pinggulnya kurang dari 10 cm. Padahal ukuran kepala bayi itu antara 9,7 sampai 9,9 cm. “Ini sunnatullah. Artinya, usia melahirkan itu sudah ditetapkan Allah berdasarkan fakta anatomis. Ini bukan ciptaan dokter,” pungkas Kepala BKKBN yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat Pusat. (mjr/mw).

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait