JAKARTA- Berbagai masalah dan kendala di lapangan ditemukan terkait pelaksanaan program percepatan penurunan stunting di daerah, baik menyangkut tata kelola, intervensi spesifik, maupun intervensi sensitif. Hal ini terungkap saat Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Sekretariat Wakil Presiden melakukan kegiatan Pra Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting untuk Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (11/10/2022). Kegiatan dalam platform daring ini dilakukan sebelum pendampingan terpadu dilakukan secara tatap muka di Pontianak.
Dalam kegiatan ini, Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Kalimantan Barat dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di tingkat provinsi, kabupaten/kota juga hadir dalam pertemuan daring ini. Dari Kementerian/Lembaga yang terkait dengan penanganan stunting juga hadir memberikan bahasan dan masukan. Saat ini menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting Provinsi Kalimantan Barat berada di angka 29,8 persen. Dengan aksi yang telah dan akan dilakukan secara simultan di seluruh provinsi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menargetkan prevalensi stunting turun menjadi 17% pada tahun 2024.
Menurut Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Abdul Mu’is, pendampingan online ini dirancang untuk memotret dinamika aktivitas tim daerah dalam mengaplikasikan rencana aksi nyata di lapangan dalam percepatan penurunan stunting. Setwapres ingin memastikan program yang diterapkan di lapangan setidaknya sesuai dengan standar dan cakupan yang telah disepakati, sehingga angka stunting bisa turun signifikan.
Pada fase pra pendampingan ini, pihaknya akan menginventarisasi masalah untuk digodok secara internal guna dicarikan solusinya. Dengan demikian, pada tahap pendampingan tatap muka nanti sudah ada jawaban yang pasti atas persoalan yang ada. “Kita akan diskusikan bersama solusi dan strategi yang tepat, sehingga petugas di lapangan nanti tinggal menerapkannya,” katanya.
Sementara Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres, Suprayoga Hadi, sebelumnya menegaskan bahwa dalam dua tahun terakhir, prevalensi stunting di tingkat nasional mengalami penurunan sebesar 3,27% poin, yaitu dari 27,67% pada tahun 2019 menjadi 24,4% pada tahun 2021 (SSGI, 2021). Namun, pemerintah masih terus mengejar target prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. “Waktu kita semakin sempit,. Berdasarkan waktu tersisa, kita harus mampu menurunkan prevalensi stunting 10,4% poin dalam dua tahun ini,” serunya.
“Penanganan di 12 provinsi prioritas ini sudah mencakup sekitar 3,65 juta atau lebih dari 69% kasus Balita stunting yang ada sekarang ini. Bila program percepatan penurunan stunting di 12 provinsi ini sukses, diharapkan dapat mengubah angka prevalensi nasional secara signifikan,” tambahnya.
Maka, Pemerintah Pusat telah menyepakati untuk melakukan pendampingan khusus kepada 12 provinsi prioritas tersebut. Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) mempunyai tanggung jawab melakukan asistensi kepada Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Kalimantan Barat.
Sebelum pra pendampingan ini dilakukan, Setwapres telah melakukan koordinasi dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Barat pada tanggal 29 September 2022 lalu secara daring.
Koko Haryono, Analis Kebijakan Madya di Kedeputian PMPP Setwapres, menambahkan pendampingan ini sifatnya sangat praktis. Perangkat daerah telah bekerja dan menemukan kendala-kendala. “Dari dinamika tersebut, kita semua bersama-sama melakukan analisis holistik untuk menemukan solusi dan tentu saja berupaya meminta dukungan lebih kuat dari pimpinan daerah,” katanya.
Pada prinsipnya semua persoalan harus diketahui penyebabnya agar dapat dicarikan solusi yang tepat. Semua sesi dalam pra pendampingan ini diarahkan untuk menjamin aspek tata kelola, intervensi spesifik, dan intervensi sensitif telah berjalan baik.
Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan temuan TP2S Sekretariat Wakil Presiden setelah pra pendampingan, masih ditemukan kendala-kendala. Secara umum, isunya adalah ketidaksinkronan kebijakan daerah dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2021, Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting (RAN-PASTI) 2021-2024, kurangnya kapasitas sumber daya manusia yang memadai dan dibutuhkan di lapangan, kurang jelasnya Tupoksi di level terbawah, infrastruktur yang kurang memadai, dan peralatan terutama antropometry yang tidak menyeluruh ada di Posyandu.
Di Kabupaten Kubu Raya misalnya, dari 475 Posyandu hanya tersedia 62 unit antropometry. Untuk infrastruktur, ada sedikit masalah, misalnya tidak adanya gudang penyimpanan obat dan biskuit yang representatif. Yang ada masih bersifat sementara.
Ada pula problem eksternal. Yang paling utama adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pencegahan stunting. Di Kabupaten Bengkayang misalnya, Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) sudah seluruhnya didatangi dan diberikan intervensi spesifik. Tetapi setelah dicek, ternyata banyak yang tidak rutin mengonsumsi paket lengkap tablet tambah darah (TTD) 90 hari yang diberikan petugas. Demikian pula remaja putri, banyak pula yang tidak minum tablet tambah darah yang diberikan. Namun secara umum porsinya sedikit, hanya sekitar 5 persen.
Diketahui, berdasarkan data SSGI tahun 2021, tujuh provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah: NTT (37,8%), Sulawesi Barat (33,8%), Aceh (33,2%), NTB (31,4%), Sulawesi Tenggara (30,2%), Kalimantan Selatan (30%), dan Kalimantan Barat (29,8%).
Sedangkan lima provinsi dengan jumlah Balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat (968.148 Balita), Jawa Timur (656.449 Balita), Jawa Tengah (510.646 Balita), Sumatera Utara (348.889 Balita), dan Banten (268.226 Balita). Gabungan 7 provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi dan 5 provinsi yang memiliki jumlah Balita stunting terbanyak inilah yang ditetapkan sebagai 12 provinsi prioritas dalam percepatan penurunan stunting.
Dalam kesempatan lain, Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin, yang juga duduk sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat Pusat, telah meminta komitmen seluruh daerah untuk mendukung Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Saat rapat kerja dengan para gubernur dari 12 provinsi prioritas tersebut di Istana Wapres (04/08/2022) lalu, Wapres meminta aksi konvergensi antarkelembagaan terus dikuatkan.
Menurut KH. Ma’ruf Amin pada kesempatan tersebut, oleh karena program ini dilakukan bersama-sama secara simultan, maka sinkronisasi harus terus dilakukan, baik dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. “Perlu ada koordinasi, aksi konvergensi antar semua kelembagaan, termasuk juga pengaturan pendanaannya dari berbagai kementerian dan lembaga,” ujar Wapres.
Ia meminta pelaksanaan program ini terus dipantau, dievaluasi, dan dilaporkan secara berkala. “Laporan ini harus menjadi bahan rekomendasi untuk mengambil langkah berikutnya, agar target prevalensi 14 persen pada tahun 2024 bisa dicapai,” pesan Wapres. (mjr/mw)