KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

KALBAR OPTIMIS TAHUN INI STUNTING TURUN KE 25,49 PERSEN

20 Juli 2022 | Berita, Media

PONTIANAK- Kalimantan Barat (Kalbar) termasuk salah satu provinsi yang cukup tinggi dalam hal prevalensi stunting, yaitu 29,8 persen. Atas kenyataan ini, Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Kalimantan Barat bertekad menurunkan angka stunting menjadi 25,49 persen di penghujung tahun 2022.

Optimisme tersebut disampaikan Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Provinsi Kalimantan Barat, Ria Norsan, saat pembukaan Rapat Koordinasi Teknis TP2S pada Selasa, 19 Juli 2022, dikutip dari PontianakPost.

Setelah angka 25,49 persen tercapai, lanjutnya, pada tahun 2023 ditargetkan angka stunting diturunkan pada prevalensi21,28 persen, selanjutnya pada tahun 2024 ditargetkan turun mendekati angka target nasional 14 persen, yaitu 17,07 persen.

Ria mengatakan, selama enam bulan berjalan penurunan angka stunting sudah mulai terlihat, sebab itu dia optimis penurunan stunting hingga 17,07 persen pada 2024 akan tercapai.

Dalam upaya percepatan penurunan stunting, katanya, pihaknya telah melakukan sinergi dengan beberapa instansi terkait, seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan hingga pemerintah desa. “Sejak tahun 2019 sampai 2021 angka stunting Kalbar sudah menunjukkan penurunan. Kita optimis bisa mencapai target yang telah ditetapkan,” ujarnya.

Ria Norsan dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, di wilayah Kalimantan Barat ada empat kabupaten yang memiliki angka stunting tertinggi, yaitu Kabupaten Kubu Raya, Sintang, Melawi, dan Sambas. Sebab itu, pihaknya akan menjadikan keempat daerah tersebut sebagai kabupaten/kota prioritas dalam percepatan penurunan stunting di Kalimantan Barat. “Saya sudah ke Kabupaten Sambas dan Kubu Raya, lalu nanti juga akan ke Sintang dan Melawi,” katanya.

Mengapa Kabupaten Sambas memiliki angka stunting tertinggi di Kalimantan Barat, menurutnya disebabkan faktor infrastruktur dan fasilitas, misalnya air bersih dan toilet yang masih belum memadai,  terutama pada daerah yang jauh dari Ibu Kota Kabupaten Sambas, yaitu Kecamatan Paloh dan Sajingan. Menurutnya, masalah ini harus diselesaikan secara konvergen, holistik, dan integratif yang melibatkan kerjasama multipihak. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga pemerintah pusat, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, bahkan juga sektor swasta, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga non-pemerintah lainnya.[]

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait