KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

DIRJEN KESMAS: ANEMIA PADA REMAJA PUTRI TANTANGAN PENURUNAN STUNTING

6 Oktober 2022 | Berita, Media

Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin berpidato pada acara “Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da’i, dan Da’iyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting” di Istana Wakil Presiden (6/10/2022). Foto: Setwapres

JAKARTA- Prevalensi anemia di kalangan remaja putri di Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, dr. Maria Endang Sumiwi, M.P.H, dari 106 ribu remaja putri yang disurvei di seluruh Indonesia, sebanyak 15 ribu di antaranya menderita gizi buruk.

Sebelumnya, menurut data Riskesdas tahun 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 persen. Artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia atau kekurangan sel darah merah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik.

Hal ini disampaikan Maria Endang Sumiwi saat memberikan paparan pada kegiatan “Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da’i, dan Da’iyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting” di Istana Wakil Presiden, Kamis (6/10/2022).

Audien utama kegiatan yang diinisiasi oleh Sekretariat Wakil Presiden ini adalah para penyuluh agama, da’i, dan da’iyah di seluruh Indonesia. Pada kesempatan tersebut sebanyak 50 orang pimpinan Kelompok Kerja Penyuluh Agama (Pokjaluh) hadir secara langsung, dan 30 ribu penyuluh lainnya berpartisipasi melalui platform webinar dan youtube.

Menurut Dirjen Kesehatan Masyarakat, Indonesia masih menghadapi banyak masalah dalam aksi pengentasan stunting. Menurut data, sekitar 23 persen bayi-bayi yang lahir diketahui sudah dalam kondisi stunted. Hal ini disebabkan kondisi ibu hamil yang kurang gizi atau anemia sejak masa remaja.

Anemia adalah kekurangan sel darah merah, yang mengakibatkan suplai nutrisi ke tubuh bayi tidak mencukupi. Untuk menandai stunting ini, apabila bayi Indonesia lahir dengan panjang kurang dari 48 cm, berarti stunting. Stunting biasanya meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan. Penyebabnya bukan lagi oleh pengaruh ibu anemia, tetapi kurangnya protein hewani pada makanan pendamping ASI. Yang paling kurang dikonsumsi ibu hamil dan ibu menyusui adalah protein hewani, berupa telur, ikan, dan daging.

“Tinggi atau panjang badan adalah indikator terkuat. Bila tingginya kurang, diagnosa terhadap bayi biasanya ditemukan kekurangan nutrisi dan kegagalan pertumbuhan di segala lini,” katanya.

Fase penting pertumbuhan manusia adalah pada 1000 hari pertama kehidupannya. Bila pada fase ini gagal, maka pada masa-masa mendatang tak akan mampu ditebus lagi, meskipun gizinya tercukupi.

Anak stunting, selain mengalami ketidakmaksimalan pertumbuhan fisik, juga mengalami penurunan kapasitas kognitif, bahasa, sensorik, dan motorik . “IQ anak stunting rata-rata berkurang 11 poin dari potensi maksimalnya,” imbuh Maria Endang.

Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin, meminta seluruh elemen bangsa terlibat aktif dalam upaya percepatan penurunan stunting. “Stunting adalah ancaman masa depan, bila tidak diatasi kita dapat kehilangan generasi emas,” tandasnya.

Wapres menjelaskan, sejak tahun 2019 sampai 2021, prevalensi stunting berhasil ditekan dari 27,7 persen menjadi 24,4 persen. Padahal masa pandemi telah memberikan pukulan keras pada ekonomi masyarakat. Pandemi telah menyebabkan krisis ekonomi yang berimplikasi menurunkan daya beli. Akibatnya, asupan pangan dan gizi keluarga berkurang.

Menurut Susenas tahun 2019, sebanyak 106,9 juta rakyat Indonesia berstatus miskin dan rentan kemiskinan. Dengan kondisi ini, percepatan penurunan stunting tidak cukup hanya dengan penyuluhan, tetapi perlu aksi nyata.

Stunting itu bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga masalah kemanusiaan. Dan jangan dilihat sebagai takdir,” kata KH. Ma’ruf Amin saat berpidato di depan para pejabat negara dan penyuluh agama yang diundang dalam kegiatan “Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da’i, dan Da’iyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting” tersebut.

Stunting bukan persoalan sepele hanya terkait tinggi badan, tetapi implikasinya dapat menghambat perekonomian dan membahayakan masa depan negara. Upaya percepatan penurunan stunting, menurut Wapres, adalah langkah-langkah mulia untuk mengimplementasikan maqashid asy-syari’ah atau tujuan hukum Islam.

Aksi percepatan penurunan stunting menurut kaca mata fikih Islam adalah hifdh an-nafs atau perlindungan jiwa, hifdh al-‘aql atau perlindungan akal, dan hifdh an-nasl atau perlindungan keturunan. “Jadi ini bagian dari ibadah,” imbuh Wapres yang sebelumnya menjabat Ketua Umum MUI Pusat.

Indonesia memiliki progres yang baik dalam upaya penurunan angka stunting. Angka prevalensi stunting telah menurun signifikan dari 27,7 persen pada 2019, menjadi 24,4 persen pada 2021. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun menjadi 14 persen. Untuk itu, pemerintah memberi perhatian khusus pada 12 provinsi prioritas.

Ke-12 provinsi itu terdiri dari tujuh provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Aceh. Dan, lima provinsi dengan jumlah Balita stunting terbanyak, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten. (mjr/mw)

Caption: Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin berpidato pada acara “Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da’i, dan Da’iyah untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting” di Istana Wakil Presiden (6/10/2022). Foto: Setwapres

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait