JAKARTA- Keluarga adalah elemen terpenting dalam mencegah stunting. Orang tua dan keluarga terdekat termasuk pengasuh adalah orang-orang yang pertama kali mengetahui kondisi janin, bayi, dan anak Balita. Maka dari itu kesadaran tentang pentingnya mencegah stunting harus dimulai dari titik terdalam, yaitu keluarga.
Menurut Direktur RS Unggul Karsa Medika Jakarta, Theresia Monica Rahardjo, pendataan yang akurat adalah ujung tombak penanganan yang tepat. Hal itu bermuara pada perhatian keluarga. “Keluarga dengan tingkat pengetahuan gizi yang memadai akan menghasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik,” paparnya di Jakarta (22/9/2022).
Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, bisa dimulai sejak di dalam kandungan. Kondisi ini ditandai dengan berbagai indikator, di antaranya tubuh lebih pendek dibandingkan dengan standar anak seusianya.
Masalah status gizi Balita ada tiga: stunted, wasted, dan underweight. Semuanya disebabkan oleh gizi buruk. Bila indikator gizi buruk diukur dengan perbandingan berat badan menurut tinggi badan disebut wasted. Bila indikator gizi buruk diukur dengan perbandingan berat badan menurut umur disebut underweight. Stunting diukur dengan perbandingan tinggi badan menurut umur.
Diketahui, angka prevalensi stunting Indonesia pada tahun 2013 sebesar 37,2%. Kemudian, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka stunting dan berhasil turun mencapai 30,8% pada 2018. Pemerintah kemudian menargetkan penurunan angka prevalensi stunting menjadi 14% pada akhir tahun 2024.
Saat ini, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 angka prevalensi stunting nasional masih sebesar 24,4%, di atas batas yang ditetapkan oleh WHO, yaitu di bawah 20%. Untuk itu, pemerintah memberikan perhatian khusus dan menetapkan sasaran prioritas pada sekitar 5,33 juta Balita yang mengalami malnutrisi kronis, terutama di 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting.
Masih menurut perempuan yang juga pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha ini, stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kurangnya asupan gizi, pola pemberian makan pada anak, dan infeksi berulang. “Dibutuhkan kolaborasi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, pihak swasta sebagai mitra pendukung, dan masyarakat yang menjadi sasaran program” tandasnya.
Maka dari itu, kata Theresia, diperlukan pendekatan kesehatan, keluarga, ekonomi, sosial, dan budaya. Keterbatasan pelayanan kesehatan ibu dan anak, sanitasi lingkungan sekitar dan sumber air bersih juga merupakan faktor yang menjadi pertimbangan.
Sejak beberapa tahun lalu, dengan amanat Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021, pemerintah telah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan bagi masyarakat, terutama ibu dan anak, melalui penyediaan akses jaminan kesehatan, dan program percepatan penurunan stunting secara konvergensi, integratif, dan holistik di semua wilayah di Indonesia. (mjr/mw)