KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Buku Indeks Khusus Penanganan Stunting IKPS

8 Juni 2023 | Kementerian & Lembaga, Produk Pengetahuan, Pusat Pembelajaran

Stunting merupakan ancaman serius bagi Indonesia untuk dapat ‘menikmati’ bonus demografi di tahun 2030. Bonus demografi adalah populasi penduduk yang produktif (usia kerja) jauh lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi ini akan berdampak baik pada peningkatan kesejahteraan Indonesia jika sumber daya manusia memiliki kapasitas yang unggul. Namun kesempatan emas ini bisa gagal dimanfaatkan jika stunting tidak segera dicegah. Indonesia akan melewatkan masa bonus demografi dengan tidak optimal karena tidak dapat menciptakan generasi emas Indonesia. Banyaknya penduduk bisa menciptakan kondisi yang buruk jika tidak dikelola dengan baik terutama jika penduduk usia kerja tidak memiliki keahlian dan ketrampilan sehingga meningkatkan jumlah pengangguran, tingkat kriminalitas, tingkat kemiskinan, dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Menurut UNICEF, anak dengan kondisi stunting memiliki IQ 11 poin lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak stunting. Merujuk pada data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan di tahun 2022, bahwa prevalensi stunting di Indonesia adalah sebesar 21,6%. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa Indonesia telah ‘kehilangan’ 21,6% bonus demografinya karena stunting. Merespon situasi tsb, pemerintah terus mengupayakan berbagai hal untuk dapat mengantisipasi kehilangan yang lebih besar lagi karena stunting, sehingga Indonesia dapat memetik manfaat bonus demografi yang akan terjadi di tahun 2030. Dalam mengoptimalkan manfaat bonus demografi, beberapa hal yang dapat dilakukan Pemerintah, yaitu dengan mengembangkan kualitas manusia melalui pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan derajat kesehatan penduduk.
Salah satu alat yang digunakan oleh Pemerintah untuk mengukur kinerja pelaksanaan program/ intervensi percepatan penurunan stunting adalah Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS). Kinerja pelaksanaan program diukur berdasarkan 6 dimensi, yaitu kesehatan, gizi, perumahan, pangan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Sumber data yang digunakan adalah Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dirilis oleh BPS. IKPS mulai disusun pada tahun 2018. Untuk tahun 2022, dilakukan penyusunan IKPS tahun 2021 dengan menggunakan hasil Susenas tahun 2021.

 

Dari tahun 2018 ke 2021, terjadi kenaikan indeks sebesar 1,5 poin. Ini menunjukkan adanya perbaikan dalam pelaksanaan program terkait dengan penurunan stunting. Pada dua tahun terakhir, mayoritas indeks dimensi penyusun IKPS menunjukkan adanya peningkatan. Pada periode ini, penurunan indeks hanya terjadi pada dimensi pendidikan, yaitu dari 41,7 pada tahun 2020 menjadi 39,5 pada tahun 2021. Peningkatan tertinggi terjadi pada dimensi kesehatan dan dimensi perlindungan sosial, yaitu dengan peningkatan indeks sebesar 1,5 poin. Adapun tiga dimensi lainnya, yaitu dimensi gizi, perumahan, dan dimensi pangan mengalami peningkatan capaian indeks dimensi pada periode tersebut masing-masing sebesar 1,3; 0,6; dan 0,1 poin.
Jika dibandingkan dengan dimensi penyusun IKPS yang lain, dimensi pendidikan dan dimensi perlindungan sosial merupakan dua dimensi yang masih perlu ditingkatkan lagi capaiannya.

Pada tahun 2021, indikator dengan nilai indeks tertinggi adalah mengalami kerawanan pangan (92,0 poin), diikuti air minum layak (90,8 poin), dan ASI eksklusif (89,5 poin). Adapun indikator dengan nilai indeks terendah adalah kepemilikan JKN/ Jamkesda (65,7 poin), penerima KPS/KKS atau bantuan pangan (42,6 poin), dan PAUD (39,5 poin).
Jika dilihat dari perubahan indeks masing-masing indikator penyusun IKPS, terlihat bahwa sebagian besar indikator mengalami peningkatan dari tahun 2020 ke tahun 2021. Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator imunisasi (4,4 poin), diikuti indikator penerima KPS/KKS atau bantuan pangan (3,6 poin), ASI eksklusif (2,5 poin), dan indikator penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (1,0 poin). Adapun untuk indikator sanitasi layak, air minum layak, dan mengalami kerawanan pangan, masing-masing mengalami kenaikan yang tidak signifikan yaitu sebesar 0,8 poin, 0,6 poin, dan 0,5 poin. Untuk indikator MPASI, capaian indeks pada tahun 2020 dan 2021 tidak mengalami perubahan, yaitu sebesar 83,3 poin. Pada tahun 2020-2021, terdapat empat indikator yang capaian indeksnya menunjukkan penurunan, yaitu indikator PAUD (-2,2 poin), KB modern (-0,7 poin), kepemilikan JKN/jamkesda (-0,7 poin), dan indikator ketidakcukupan konsumsi pangan (-0,2 poin).
Dari penjelasan capaian indikator, dimensi, dan IKPS secara keseluruhan, terlihat bahwa masih ada beberapa indikator dan dimensi penyusun IKPS yang masih harus ditingkatkan lagi capaiannya. Hal ini semata-mata bukan hanya untuk meningkatkan capaian indikator, dimensi, dan IKPS secara nominal, namun lebih untuk mempercepat upaya penurunan stunting di Indonesia. Capaian indikator dan dimensi yang masih rendah menggambarkan masih diperlukannya upaya yang lebih giat dalam menjalankan berbagai intervensi terkait indikator dan dimensi penyusun IKPS tersebut. Adapun untuk indikator dan dimensi yang capaiannya sudah baik, berbagai pihak yang terlibat tetap harus meningkatkan upaya dan menjaga agar indikator dan dimensi sesuai dengan target capaian optimal.

Download Buku 1

Download Buku 2

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait