KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

SETWAPRES UNDANG PAKAR BAHAS FORTIFIKASI UNTUK TURUNKAN STUNTING

19 September 2022 | Berita, Media

JAKARTA– Kerja keras pemerintah untuk mempercepat penurunan stunting terus dilakukan. Berbagai strategi yang telah ditetapkan dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021) terus diwujudkan. Kekurangan dan kelemahan yang ditemukan berdasarkan monitoring dan evaluasi dicarikan jalan keluarnya.

Diketahui, dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting sebesar 14% di tahun 2024. Sementara itu, prevalensi stunting tahun 2021 masih tercatat sebesar 24,4% (SSGI 2021). Artinya, Pemerintah perlu menurunkan angka stunting sekitar 3-3,5 % per tahun.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 32% atau sekitar 14,7 juta wanita usia 15-24 tahun mengalami anemia. Riskesdas juga mencatat, anemia dialami oleh sekitar 49% ibu hamil. Artinya, 1 dari 2 ibu hamil menderita kekurangan zat besi. Dalam kaitan dengan percepatan penurunan stunting, tentu kondisi ini sangat mengganggu. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko lahirnya anak stunting.

Beragam kebijakan untuk menangani kondisi ini telah dilaksanakan, mulai dari sisi demand, supply, regulasi, teknologi, hingga pembiayaan. Namun, kenyataan di lapangan cakupan konsumsi tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil masih rendah. Kepatuhan ibu yang mendapatkan 90 tablet sangat rendah, hanya 38,1%. Begitu juga kepatuhan remaja putri sangat rendah, 52 tablet per minggu dalam setahun hanyalah 1,4%.

Disinyalir, setidaknya terdapat tiga alasan ketidakpatuhan konsumsi TTD. Pertama, after taste minum TTD tidak menyenangkan. Kedua, efek samping konsumsi TTD yang menimbulkan rasa mual. Ketiga, konsumsi TTD membuat buang air besar berwarna hitam.

Atas keluhan ini, Kementerian Kesehatan telah berupaya mengganti TTD dengan tablet bersalut gula untuk memperbaiki ‘after taste’. Namun, upaya ini juga belum berhasil menaikkan kepatuhan konsumsi TTD secara signifikan.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan mengatasi permasalahan tersebut. Pertama, perlu menemukan strategi lain untuk menaikkan kepatuhan minum TTD bagi remaja putri. Kedua, kemungkinan mengganti pil TTD dengan suplemen multivitamin agar keluhan after taste dan efek samping konsumsi TTD tidak terjadi, sekaligus untuk melengkapi pil TTD yang hanya berisi zat besi dan asam folat dengan zat gizi mikro lainnya. Ketiga, program fortifikasi pangan (beras, tepung terigu, minyak goreng sawit, dan garam) digalakkan kembali sebagai solusi alternatif.

Atas gagasan ini, unit kerja Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Terbatas tentang “Peluang dan Tantangan Fortifikasi dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting” pada Senin, 19 September 2022, di Gedung 2 Lantai 1, Sekretariat Wakil Presiden Jalan Kebon Sirih Nomor 14, Jakarta Pusat.

Fortifikasi atau penambahan zat gizi pada bahan makanan pokok merupakan salah satu intervensi pemenuhan zat gizi mikro masyarakat yang terbukti cost-effective. Beberapa negara seperti Filipina, Bangladesh, dan India telah berhasil melakukan fortifikasi sebagai kebijakan untuk menaikkan derajat gizi masyarakat. Pengalaman beberapa negara menunjukkan fortifikasi yang dilaksanakan secara massif, merupakan program efektif dari segi biaya dan efisien,” terang Dr. Ir. H. Suprayoga Hadi, M.S.P. Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, saat membuka FGD tersebut.

FGD Terbatas ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan, tantangan pelaksanaan fortifikasi, dan sumber daya untuk merumuskan policy brief sebagai stand-point bahan kebijakan untuk menentukan langkah strategis pelaksanaan fortifikasi dalam upaya percepatan penurunan stunting dan mendukung peran Wakil Presiden sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting di tingkat pusat.

FGD ini yang dipandu oleh Abdul Mu’is Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Setwapres menghadirkan para pakar di bidangnya sebagai narasumber, yakni Prof. dr. Endang L. Achadi MPH Dr. PH (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia) berbicara tentang Efektivitas Penanganan Anemia pada Ibu Hamil dan Remaja Putri dalam Upaya Penurunan Stunting, Prof. DR. Ir. Hardinsyah, MS (Institut Pertanian Bogor) memaparkan tentang Implementasi, Tantangan, dan Efektivitas Program Fortifikasi Beras (Biofortifikasi dan Pascapanen), Tepung Terigu, dan Minyak Goreng Sawit dalam Mempercepat Penurunan Stunting.

Narasumber lainnya adalah Prof. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si. (Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor) berbicara tentang Ketahanan Pangan sebagai Upaya Percepatan penurunan Stunting, Ir. Putu Juli Ardika, M.A. (Dirjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian) memaparkan tentang Kebijakan Kementerian Perindustrian dalam Kebijakan Wajib Fortifikasi: Tepung Terigu, Garam, Minyak Goreng Sawit, dan Beras (Biofortifikasi dan Pascapanen), serta Pungkas Bajuri Ali, Ph.D. (Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas) yang memberikan pandangan dan tanggapan atas pembahasan dari narasumber tentang Program KIA, Kemungkinan Penggantian TTD dengan MMS, dan Program Fortifikasi dalam Percepatan Penurunan Stunting. [mw]

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait