BANJARMASIN (https://stunting.go.id)- Angka stunting di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sangat erat kaitannya dengan perkawinan anak. Kepala Kantor Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalsel, Ramlan, mengungkapkan bahwa dari data yang ada, tingginya angka stunting di Kalsel bukan disebabkan oleh faktor kemiskinan, tetapi karena akibat maraknya perkawinan anak. “Jika di daerah lain, kemiskinan menjadi penyebab stunting, maka di Kalsel berbeda, karena angka kemiskinan di Kalsel terendah ketiga di Indonesia,” ujar Ramlan, Kamis (30/11/2023).
Kasus perkawinan anak berusia di bawah umur 19 tahun di Kalimantan Selatan tergolong tinggi, meskipun telah mengalami penurunan signifikan pada tahun 2022. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalsel, perkawinan anak di Kalsel pada tahun 2017 mencapai 23,12 persen. Angka itu lebih tinggi dari persentase nasional yang hanya 11,54 persen. Sedangkan pada 2018, angkanya turun menjadi 17,63 persen. Kemudian kembali melonjak menjadi 21,18 persen pada tahun 2019. Lalu, kembali turun menjadi 16,24 persen pada tahun berikutnya. Turun lagi menjadi 15,30 persen pada 2021. Pada tahun 2022 kemarin, kembali turun menjadi 10,33 persen.
Saat ini, Provinsi Kalsel menduduki peringkat keenam tertinggi dalam kasus stunting di Indonesia. Menurut Ramlan, angka stunting di Kalsel disebabkan masih tingginya kasus perkawinan anak. Selain perkawinan anak, faktor lain yang menjadi penyebab adalah kesalahan pola asuh anak, sistem sanitasi dan lingkungan yang kurang baik. “Di beberapa kabupaten/kota di Kalsel, kawin anak masih tinggi, faktor utama itu ditambah dengan faktor lain,” ujar dia.
Ramlan mengatakan, terdapat 3 kabupaten di Kalsel yang angka perkawinan anaknya tinggi, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Kotabaru. Ia mengatakan, kemungkinan anak stunting lahir dari perkawinan anak. “Rahim seorang perempuan itu kan baru siap dibuahi pada usia minimal 20 tahun, kalau pada anak ada janin yang tumbuh di perutnya, terjadi rebutan nutrisi. Itulah akibatnya anak yang lahir darinya jadi stunting,” ungkap dia.
Ramlan menambahkan, angka stunting di Kalsel masih tinggi walaupun terjadi penurunan persentasenya pada tahun 2022. Jika pada tahun 2021, stunting di Kalsel masih berada di angka 30 persen, maka tahun 2022 turun menjadi 24, 6 persen. “Target Pemprov Kalsel pada tahun 2024 turun menjadi 14 persen,” tambahnya. (mjr.mw)