KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Untuk Percepat Turunkan Stunting, Perkawinan Anak Harus Cegah

8 Desember 2022 | Berita, Media

Pernikahan pasangan anak belum cukup umur di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu (Foto: dok. Istimewa)

JAKARTA (https://stunting.go.id)- Yayasan Plan International Indonesia, meluncurkan buku “Mari Kita Cegah Perkawinan Anak”. Buku yang dicetak dalam bentuk “handbook” ini merupakan hasil kolaborasi dengan Kementerian PPN/Bappenas. Buku ini diharapkan menjadi referensi yang dapat membuka cakrawala informasi bagi anak bangsa dalam melakukan upaya pencegahan perkawinan anak.

Direktur Eksekutif Plan Internasional Dini Widiastuti menyatakan, perkawinan anak menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia dalam penurunan stunting. Pada penghujung tahun lalu, angka perkawinan anak ada di angka 9,23 persen. Angka ini akan terus diturunkan hingga 8,74 persen pada tahun 2024 dan 6,94 persen pada tahun 2030.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2021, angka perkawinan anak di Indonesia mengalami penurunan dari 10,35 persen pada tahun 2020 menjadi 9,23 persen pada tahun 2021. Perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan usia anak, di mana salah satu atau kedua belah pihak umurnya di bawah 19 tahun.

Berdasarkan data itu, 29 provinsi mencatat penurunan angka perkawinan anak, sementara lima provinsi lainnya justru membukukan kenaikan. Kelima provinsi yang mencatat kenaikan itu adalah Sulawesi Barat, Bengkulu, Maluku, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta.

Sulawesi Barat tercatat sebagai provinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi (17,71 persen). sementara Riau tercatat sebagai daerah yang terendah (2,89 persen).
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengungkapkan, ini kolaborasi antar lembaga saat ini tengah berfokus pada pencegahan perkawinan anak.

“Hal ini bisa dilakukan di antaranya melalui peningkatan pemahaman masyarakat terkait bahaya perkawinan anak dan penguatan kapasitas anak agar dapat bersikap tegas dalam menolak perkawinan,” katanya.

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, batas usia minimal perempuan dan laki-laki boleh menikah adalah 19 tahun. Aturan ini menggantikan aturan yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang sebelumnya memberi batas minimal pernikahan pada usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

Ketentuan yang baru tersebut mengadopsi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Di situ disebutkan, kategori anak adalah mereka yang usianya di bawah 18 tahun.

Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin mengingatkan, pernikahan anak akan merugikan pengantin itu sendiri dan juga masyarakat. Wapres yang juga Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat ini mengingatkan, perempuan perlu memiliki pengetahuan tentang pemenuhan gizi selama kehamilan dan pemeliharaan anak. “Bukan hanya sejak hamil hingga 1000 HPK, sebelumnya harus sudah paham dulu tentang ini,” tambah Wapres.

“Pernikahan itu harus siap segala-galanya. Pelakunya harus memiliki ketahanan fisik dan mental, serta dapat mengatasi tantangan eksternal, termasuk ekonomi,” ujar Wapres ketika memberikan sambutan terkait stunting di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia mencapai 24,4 persen dan prevalensi di Kalimantan Tengah, yaitu 27,4 persen. Target penurunan angka stunting di Kalimantan Tengah, yaitu 15,38 persen, sedangkan target secara nasional 14 persen pada 2024. [mjr/mw]

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait