KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Perkawinan Anak Marak, Prevalensi Stunting Sulbar Naik

25 Agustus 2023 | Berita, Media

Pernikahan anak di bawah umur di Tapalang, Mamuju, Selasa (24/5/2022). (foto: facebook)

MAMUJU (stunting.go.id)- Angka perkawinan anak di Sulawesi Barat dari tahun ke tahun masih tinggi. Data terbaru Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menunjukkan, perkawinan anak usia 15 hingga 19 tahun mencapai 1.347 kasus, pada periode Januari hingga Mei 2023.

Sekretaris Provinsi Sulbar, Muhammad Idris, mengungkapkan perkawinan anak menjadi salah satu masalah sosial yang menyebabkan krisis multidimensi di daerahnya. “Sulbar itu daya saingnya rendah, karena IPM-nya rendah, di antara penyebabnya karena sejumlah masalah sosial,” ungkapnya.

Persoalan tersebut turut menjadi penyumbang tingginya angka stunting yang dapat menghancurkan sebuah generasi karena kegagalan tumbuh yang menyerang aspek fisik dan kognitif anak. Untuk itu, perkawinan anak menjadi salah satu target prioritas pemerintah Sulbar. “Tingginya angka perkawinan anak dan anak tidak sekolah kini menjadi pekerjaan rumah besar yang butuh penanganan secara menyeluruh dan lebih fokus,” tambah Idris.

Angka perkawinan anak di Sulbar kini mencapai 17,71 persen, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 9 persen. Dengan demikian, hampir seperlima anak perempuan usia 15 hingga 19 tahun menikah sebelum usia dewasa, 19 tahun ke atas. Angka ini lebih tinggi daripada tahun 2022, di mana sampai tutup tahun ‘masih’ di angka 11,7 persen.

Fakta ini menjadi tantangan serius, karena perkawinan anak sering kali mengakibatkan kehamilan pada usia yang sangat muda, yang menjadi salah satu penyebab utama stunting. Tak heran, tingginya perkawinan anak di Sulbar selaras dengan tingginya kasus stunting. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di Sulbar naik dari 33,8 persen (2021) menjadi 35.0 persen (2022).

Anggota Komisi IX DPR RI asal Sulbar, Andi Ruskati Ali Baal, menegaskan pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang risiko perkawinan anak. Perkawinan anak dapat berkontribusi pada masalah stunting yang menjadi problem nasional hari ini. “Diperlukan edukasi kepada masyarakat secara lebih masif tentang risiko perkawinan anak dan stunting,” kata Ruskati di Polewali Mandar, (20/8/2023).

Perkawinan anak sebenarnya masih menjadi masalah nasional. Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung melaporkan terdapat 50.673 kasus dispensasi kawin diberikan pada 2022. Jumlah tersebut lebih rendah 17,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya, 61.449 kasus. Rekor tertinggi terjadi tahun 2020, bertepatan dengan awal masa Pandemi Covid-19. Permintaan dispensasi kawin untuk gadis di bawah umur mencapai 63.382 kasus. Perkawinan terlalu dini biasanya disebabkan masalah ekonomi pada keluarga, anak perempuan telah hamil, atau terdapat kekhawatiran orang tua karena anaknya sudah berpacaran. (mjr.mw)

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait