KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN

Menghalau Mitos, Karangdadap Pekalongan Ciptakan Kelas Mbahyi untuk Turunkan Stunting

10 November 2022 | Berita, Media

PEKALONGAN (https://stunting.go.id)- Intervensi percepatan penurunan stunting ternyata bisa dilakukan tidak hanya dari hulu, tetapi juga bisa dari hilir, akar masalahnya. Menyelesaikan akar masalah diharapkan bisa berdampak pada penanganan stunting. Kali ini, Desa Pangkah, Kecamatan Karangdadap, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah mengadakan kelas Mbahyi alias Simbah Bayi yang diduga menjadi salah satu akar masalah.

Simbah bayi adalah nenek-nenek yang memiliki anak yang sedang hamil atau memiliki balita.
Pelatihan yang dikemas dalam program “Nenek Peduli Stunting” ini menjangkau mayoritas nenek pemilik anak yang sedang hamil. Intervensi terhadap simbah bayi ini dilakukan karena terdapat fakta mengejutkan bahwa decision maker dalam keluarga muda, terutama yang belum memiliki rumah sendiri, adalah neneknya, bukan ibu atau ayahnya.

Pola asuh semacam ini didukung oleh tradisi dalam struktur keluarga Jawa, di mana simbah memiliki otoritas paling besar dalam menentukan pranata yang dianut dalam keluarga itu. Simbah putri atau nenek adalah figur yang paling dihormati dan ditaati.

Program “Nenek Peduli Stunting” ini mendapat kunjungan lapangan lintas kementerian/lembaga, dalam rangka identifikasi dan verifikasi kegiatan inovasi baik Program Percepatan Penurunan Stunting, pada Kamis (10/11/2022). Program inovatif ini dinilai secara efektif dapat menurunkan prevalensi stunting di daerah ini.

Menurut inisiator program “Nenek Peduli Stunting” yang juga mantan Kepala Puskesmas Kecamatan Karangdadap, dr. Sri Sulistiyawati, pada awalnya pihaknya menemui masalah serius ketika melakukan intervensi stunting pada tahun 2018. “Kami menemukan ibu-ibu hamil yang tidak mendapatkan gizi cukup karena percaya pada tradisi kuno,” katanya. Tradisi kuno itu terus dijaga oleh generasi tua, yaitu nenek dan dipaksakan kepada anak-anaknya yang sedang hamil atau memiliki balita.

Sebagai daerah pesisir Jawa yang masih memiliki kultur tradisional, Pekalongan memiliki banyak mitos yang secara turun-temurun dipercaya, padahal mitos ini menjadi tembok pemisah antara ibu hamil dengan sumber-sumber gizi utama. Misalnya, ibu hamil tidak boleh makan cumi-cumi, udang, telur, petai, dan kerak nasi. Bila mitos ini dilanggar, diyakini masing-masing makanan itu secara berurutan akan memiliki konsekuensi: bayi jadi hitam, pemalas, glundang-glundung alias pengangguran, badan panas, dan suka mengintip.

Mitos lain yang beredar adalah, ibu bayi dianjurkan berpuasa mutih (hanya makan nasi putih), dan bagi yang tidak berpuasa tak boleh makan setelah maghrib. Mitos-mitos ini ternyata menimbulkan pengaruh serius, di mana program intervensi spesifik bertabrakan dengan tirai tradisi dan mitos yang berkembang di masyarakat. Oleh karena banyaknya laporan bidan desa tentang ini, maka Puskesmas Karangdadap membuat program intervensi kepada nenek bayi.

Pada 2018, kelas pertama Mbahyi dimulai, mengambil tempat di kompleks Balai Desa Pangkah. Awalnya, hanya sedikit nenek-nenek yang ikut. Sudah begitu, sebagian dari mereka hanya hadir, tetapi cuek saja. Namun dari waktu ke waktu, secara kuantitas dan kualitas nenek-nenek yang hadir semakin meningkat.

Program ini bergulir dan terus berjalan, mengawal nenek-nenek setiap waktu. Nenek-nenek diberi materi yang dibawakan dalam bahasa Jawa, disertai role playing yang mengasyikkan. “Lama kelamaan mereka senang, bahkan bangga dengan menceritakannya kepada nenek-nenek yang tidak ikut kelas,” imbuh Sri.

Di Desa Pangkah misalnya, saat ini terdapat 20 ibu hamil, di antara 15 neneknya ikut kelas Mbahyi. Setiap kelas mendapat tiga kali pertemuan dengan durasi 3 jam setiap pertemuan. Kepada mereka diberikan pelatihan praktis bagaimana praktik menyusui yang benar bagi ibu dan bagaimana turut merawat cucu dengan baik.

Kepada mereka diinformasikan bahwa ibu hamil harus makan protein hewani dan nabati, seperti ikan, daging, telur, dan sayur, serta buah-buahan. Setiap tahun, di desa-desa se-Kecamatan Karangdadap terdapat sekitar 400 orang ibu hamil. Kegiatan ini berhasil menjangkau mayoritas nenek bayi, terutama yang masih tinggal bersama anaknya.

Program ini telah diduplikasi ke tiga kecamatan lain, yaitu di Puskesmas Kajen 1, Puskesmas Talun, dan Puskesmas Kedungwuni, semuanya berada di wilayah Kabupaten Pekalongan. Untuk di Kecamatan Karangdadap, daya dukung publik cukup tinggi.

Masyarakat setempat berkontribusi secara signifikan. Para pemilik usaha batik dan konveksi misalnya, turut mengambil bagian dengan cara memberi suvenir dan hadiah bagi nenek-nenek yang paling banyak menangkap materi pelatihan.

Program ini memberi pengaruh yang jelas bagi masyarakat. Salah satu nenek peserta kelas bayi merasa mendapat banyak ilmu baru. Umanah (43 tahun) mengaku dapat mengubah pandangannya tentang kehamilan dan bayi. Perempuan lulusan SD ini memiliki anak yang sedang hamil kedua, dengan usia kandungan 6 bulan.

Anak pertamanya, bernama Kholilah (26), saat ini masih tinggal bersamanya di RT 4 RW 3 Desa Pangkah. “Saya kan dulu melarang anak-anak saya makan banyak jenis ikan, seperti dulu saya juga diharuskan begitu. Saya hanya mencoba agar cucu saya lahir dengan baik tanpa cacat dan halangan apapun,” katanya.

Namun, ternyata hal itu merugikan kehamilan anaknya. “Saya baru tahu setelah ikut kelas Simbah Bayi,” tandasnya. Kini, ia membebaskan anaknya dari larangan-larangan yang tidak berdasar. “Nyatanya, dia sekarang terlihat lebih sehat, lingkar lengannya besar dan tak pernah lemas lagi,” imbuhnya.

Saat ini, kata Umanah, ia sudah bisa cuek kalau ada saudara atau tetangga ikut cerewet mengomentari makanan yang dikonsumsi anaknya. “Itu tidak saya pikirkan lagi. Saya sudah paham mana yang benar dan mana yang salah,” katanya.

Program ini memberi sumbangan signifikan pada percepatan penurunan stunting di Kecamatan Karangdadap. Pada tahun 2018, prevalensi stunting di Kecamatan Karangdadap, berdasarkan data mandiri, ada di angka 29,55 persen. Lalu, pada tahun 2019 turun menjadi 25,12 persen. “Untuk saat ini, cucu dari nenek-nenek yang ikut kelas Peduli Stunting tidak ada yang berisiko stunting,” kata Sri Sulistiyawati. (mjr/mw)

BAGIKAN

Baca Juga

Link Terkait