SAMARINDA- Angka prevalensi stunting Provinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan dalam dua tahun, dari 28,1 persen pada tahun 2019 (SSGBI) menjadi 22,8 persen pada tahun 2021 (SSGI). Angka ini lebih baik dari angka prevalensi stunting rata-rata nasional yang sebesar 24,4 persen.
Di Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Timur memiliki prevalensi anak stunting tertinggi, hingga 27,5 persen. Kemudian disusul Kabupaten Penajam Paser Utara 27,3 persen, Kabupaten Kutai Kartanegara 26,4 persen, Kota Bontang 26,3 persen, Kabupaten Berau 25,7 persen, Kabupaten Paser 23,6 persen, Kota Samarinda 21,6 persen, kabupaten Mahakam Hulu 20,3 persen, Kota Balikpapan 17,6 persen, dan yang paling rendah adalah Kabupaten Kutai Barat sebesar 15,8 persen.
Hasil ini berdasarkan survei SSGI yang dilaksanakan mulai Januari-Desember 2021 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan dukungan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam rangka percepatan penurunan stunting, banyak hal yang dilakukan Pemprov Kaltim, mulai intervensi kepada sasaran hingga perbaikan sarana sanitasi dan air minum. Namun, kendala di lapangan masih sering ditemui.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim dr. Jaya Mualimin mengaku senang dengan hasil ini, tetapi masih membutuhkan kerja keras untuk lebih rendah lagi. “Kita bersyukur, angka stunting di Kaltim sudah berkurang jauh. Tetapi kita tak boleh menurunkan usaha demi mencapai angka prevalensi serendah mungkin” ucapnya.
Banyak fakta menarik yang terungkap saat talkshow bertema “Mencegah Stunting Menuju Generasi Kuat dan Cerdas,” di Kantor Gubernur Kaltim, yang bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim, dan Perempuan Lintas Agama Forum Kerukunan Umat Beragama (Perlita FKUB) Kaltim.
Dalam forum itu terungkap kendala lapangan terkait penanganan stunting di lapangan. Salah satunya adalah luasnya daerah sasaran dan banyak yang berada jauh dari perkotaan. Di daerah terpencil biasanya kesadaran masyarakat rendah.
Padahal masalah kesehatan tidak identik dengan mengobati orang sakit. Namun, edukasi kepada masyarakat tentang hidup sehat itu tak kalah pentingnya.
Pemerintah pusat terus meningkatkan program pembangunan Puskesmas di perbatasan. Kaltim telah mendapatkan dua program Puskesmas Perbatasan, yaitu Puskesmas Long Apari Kabupaten Mahakam Hulu dan Puskesmas Pulau Maratua Kabupaten Berau. Penambahan dua Puskesmas ini diharapkan bisa melayani lebih optimal pemenuhan gizi keluarga berisiko stunting. (mjr/mw)