JAKARTA (https://stunting.go.id)– Salah satu kekuatan utama dalam program percepatan penurunan stunting adalah kontribusi pemerintah desa. Selama ini desa-desa menjadi sasaran program percepatan penurunan stunting, namun pada kenyataannya masih ada desa-desa yang tidak menjadi bagian aktif dalam pemecahan persoalan ini.
Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa PDTT Sugito mengingatkan, para pemimpin di tingkat desa jangan tanggung-tanggung terlibat dalam percepatan penurunan stunting di daerahnya. “Payung hukum sudah ada, alokasi anggaran juga ada, tinggal pelaksanaan di lapangan,” katanya saat menjadi nara sumber pada acara Rapat Koordinasi Teknik Nasional (Rakorteknas) Percepatan Penurunan Stunting yang digelar Sekretariat Wakil Presiden di Jakarta, Senin (5/12/2022).
Sugito menandaskan, penggunaan dana desa untuk penurunan stunting secara regulasi sudah tidak ada masalah, tinggal komitmen pemimpin desa masing-masing. Sesuai dengan Permendesa Nomor 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2018, disebutkan bahwa dana desa dapat digunakan untuk kegiatan penanganan stunting sesuai musyawarah desa.
Pemanfaatannya dimulai dari pemetaan sasaran secara partisipatif terhadap warga desa yang membutuhkan perhatian dalam penanganan stunting. Dengan diterbitkan payung hukum ini, menurut Sugito, sudah muncul desa-desa yang secara kreatif membuat program yang sinergis dengan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting (RAN-PASTI).
Ia mencontohkan, Desa Setiadarma, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi mengalokasikan dana desa sebesar Rp349 juta tahun ini untuk program percepatan penurunan stunting. Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung lebih besar lagi, mencapai Rp689 juta untuk tahun ini.
Dengan dana itu desa-desa dapat merancang program sendiri dan melakukan intervensi dengan berbasis data pemerintah pusat. Desa Setiadarma misalnya, membangun sekretariat percepatan penurunan stunting dan menambah jumlah kader Posyandu dari 23 kader menjadi 73 kader. Dengan kekuatan itu, pendampingan terhadap keluarga sasaran menjadi lebih intensif. Desa ini juga mengembangkan banyak aksi yang dalam satu tahun mampu menekan stunting secara ekstrem, sebesar 31 persen menurut data Puskesmas.
Desa Cibiru Wetan lebih all out lagi. Desa ini mereformasi pelayanan kesehatan dasar dan memodernisasi Posyandu menjadi multi fungsi. Dengan dana desa pula, Desa Cibiru Wetan melatih kader-kadernya agar lebih cakap, termasuk membentuk kader anti TBC dan infeksi penyerta stunted. Lebih dari itu, mereka juga membuat program kegawatdaruratan desa, dan membangun sarana air bersih.
Sugito meminta masyarakat desa dapat memanfaatkan data dan membuat aksi yang efektif menuju sasaran. “Masyarakat desa itu tahu di daerahnya banyak masalah. Tetapi terkadang tidak tahu pokok persoalannya di mana. Dengan ketidaktahuan itu program-program intervensi jadi kurang tepat sasaran,” katanya. Untuk itu, ia meminta pemanfaatan dana desa dapat dimaksimalkan, sementara itu pendataan juga harus lebih akurat. (mjr/mw)