Pada Konferensi Tingkat Tinggi Sumber Daya Manusia Laos yang ke 2 (Lao PDR 2nd Human Capital Summit) yang dihelat pada tanggal 25-26 Juni 2024 di Vientiane, Pemerintah Laos mengumumkan komitmen baru untuk mengatasi kekurangan gizi, dan menyadari bahwa kebutuhan gizi yang cukup pada 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak akan menentukan kecerdasan dan kekuatan seseorang dalam menjalani hidup.
KTT yang bertajuk “Percepatan Aksi Gizi untuk Pembangunan Modal Manusia (Accelerated Nutrition Actions for Human Capital Development)” dan dipimpin oleh Perdana Menteri ini mempertemukan para pemimpin pemerintah pusat dan provinsi, pakar pendidikan, mitra pembangunan, masyarakat sipil dan sektor swasta untuk membahas strategi peningkatan gizi dan investasi untuk masa depan bangsa.
Data terbaru mengungkapkan bahwa hampir 33% anak-anak di bawah usia 5 tahun di Laos mengalami stunting, gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat kekurangan gizi krinonis, sementara hampir 11% anak mengalami wasting dan cenderung mengalami kenaikan. Prevalensi stunting ini hanya menurun sebesar 0,2% dalam 5 tahun, yaitu dari 33% pada tahun 2017 menjadi 32,8% pada tahun 2022. Kondisi ini menyebabkan rentan menderita penyakit kronis, prestasi sekolah yang buruk. Seorang anak yang lahir di Laos saat ini hanya akan mencapai produktivitas sebesar 46% jika ia memperoleh pendidikan dan kesehatan yang lengkap. Pemberian gizi yang cukup, terutama di tahun-tahun awal kehidupan, menjamin perkembangan otak yang baik.
Pada pertemuan ini, selain menegaskan kembali komitmen Pemerintah Laos untuk perbaikan gizi, Pemerintah Laos juga ingin belajar dari beberapa negara lain tentang pengalaman dalam pelaksanaan perbaikan gizi. Adapun negara yang hadir diundang untuk berbagai pengalaman adalah Vietnam dan Indonesia.
Delegasi Indonesia pada pertemuan ini adalah Ibu Tuti Trihastuti Sukardi, S.H., M.Si., M.H, Asisten Deputi Pembangunan Sumber Daya Manusia – Setwapres, serta Bapak Iing Mursalin, Lead Program Manager TP2S Setwapres. Dalam diskusi panel dimana delegasi Indonesia didampuk sebagai salah satu narasumber, Tuti Trihastuti menjelaskan betapa pentingnya komitmen para pemimpin dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia.
“Kepemimpinan tingkat tinggi dan struktur koordinasi yang efektif merupakan elemen penting bagi keberhasilan penerapan Stranas yang melibatkan sejumlah besar pemangku kepentingan: lebih dari 20 kementerian, 38 provinsi, 514 kabupaten, dan hampir 85.000 desa. “, imbuh Tuti Trihastuti.
Masalah pendanaan intervensi stunting yang dilakukan Indonesia, juga mengemuka pada diskusi panel tersebut. Tuti Sukardi merinci upaya-upaya di bidang pendanaan yang dilakukan Indonesia dalam intervensi gizi. Tuti menyebutkan beberapa hal diantaranya : Konsistensi pendanaan untuk pemenuhan gizi, bahkan dalam siatuasi sulit sekalipun seperti Covid, pemerintah tidak pernah memotong dan merealokasi anggaran stunting. Yang kedua pendanaan untuk program gizi diintegrasikannya ke dalam proses perencanaan dan penganggaran rutin pemerintah. Ketiga, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Nasional telah menerbitkan laporan tahunan “Tinjauan Pengeluaran dan Kinerja” sejak tahun 2019, yang memberikan analisis terperinci mengenai efisiensi belanja, kinerja keluaran, dan koordinasi program terkait gizi.
Keempat, meningkatkan sumber daya untuk program gizi multisektoral melalui mekanisme transfer fiskal baru ke daerah (DAK Stunting Fund) untuk mendorong pelaksanaan program gizi yang terkoordinasi. Dana DAK Stunting meningkat lima kali lipat dari tahun 2019 hingga 2023. Kelima, dilakukan untuk memantau pengeluaran di tingkat kabupaten dan desa, khususnya untuk layanan gizi penting yang dikelola oleh pemerintah daerah. Keenam, memastikan bahwa Dana Desa (yang merupakan pendanaan pembangunan tahunan yang diberikan kepada seluruh desa) dimanfaatkan untuk mendukung intervensi gizi prioritas di tingkat masyarakat. Dan Ketujuh, memberikan insentif fiskal dua kali setahun kepada provinsi dan kabupaten berdasarkan evaluasi kinerja, sehingga mendorong efektivitas penerapan program gizi.
Lao Human Capital Summit ini merupakan yang ke 2 dilaksanakan oleh Pemerintah Laos. Pada Summit sebelumnya, Pemerintah Laos fokus pada isu Pendidikan. Sedangkan pada summit ke 2 ini, pemerintah Laos fokus pada Upaya percepatan perbaikan gizi dengan kesadaran bahwa intervensi perbaikan gizi terutama pada 1000 Hari pertama kehidupan sangat penting untuk membangun sumberdaya manusia.
Selain para pejabat dari Pemerintah Laos, forum ini juga dihadiri oleh Duta Besar Negara-Negara ASEAN, Duta Besar Amerika, Uni Eropa, serta perwakilan mitra Pembangunan seperti Bank Dunia, GFF dan UNICEF.