PULAU PISANG- Pernikahan anak adalah hulu dari stunting, karena ibu muda yang belum mencapai usia matang rentan terhadap beragam permasalahan rumah tangga. Mulai dari problem psikis, fisik, hingga problem perekonomian berawal dari ketidakmatangan dalam memasuki kehidupan keluarga.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, meminta masyarakat turut ambil bagian dalam mencegah perkawinan anak di bawah umur 19 tahun.
Pencegahan perkawinan anak akan berdampak signifikan dalam menekan permasalahan stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak Balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
“Perkawinan anak harus dicegah, maka dari itu peran serta masyarakat sangat penting” katanya pada saat acara Deklarasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dan peringatan Hari Anak Nasional di Desa Bukit Liti, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (22/9/2022).
Terkait persoalan itu, Bintang mengajak jajaran pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta pemangku kepentingan lainnya bersama-sama memberikan perhatian dan mengoptimalkan pencegahan stunting.
Upaya pencegahan, di antaranya, dilakukan dengan mengedukasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat terkait bahaya perkawinan anak, utamanya berkaitan dengan risiko stunting yang mungkin ditimbulkan.
Menurut Undang-undang Nomor 16 Nomor Tahun 2019, batas usia minimal perempuan dan laki-laki boleh menikah adalah 19 tahun. Aturan ini menggantikan aturan yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang sebelumnya memberi batas minimal pernikahan pada usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
Ketentuan yang baru tersebut mengadopsi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Di situ disebutkan, kategori anak adalah mereka yang usianya di bawah 18 tahun.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Edy Pratowo mengatakan pemerintah provinsi terus menguatkan sinergi bersama Kementerian PPPA serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, termasuk penanganan stunting.
Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) yang juga Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin mengingatkan, pernikahan anak akan merugikan pengantin itu sendiri dan juga masyarakat.
“Pernikahan itu harus siap segala-galanya. Pelakunya harus memiliki ketahanan fisik dan mental, serta dapat mengatasi tantangan eksternal, termasuk ekonomi,” ujar Wapres saat memberikan sambutan tentang stunting di Bazaar Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.
Khususnya bagi perempuan perlu memiliki pengetahuan tentang pemenuhan gizi selama kehamilan dan pemeliharaan anak. “Bukan hanya sejak hamil hingga 1000 HPK, sebelumnya harus sudah paham dulu tentang ini,” tambah Wapres.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen dan prevalensi di Kalimantan Tengah yaitu 27,4 persen. Target penurunan angka stunting di Kalimantan Tengah, yaitu 15,38 persen, sedangkan target secara nasional 14 persen pada 2024. [mjr/mw]a