Hari pertama pelaksanaan Bimbingan Teknis “Analisa Situasi dan Pemetaan Program Kegiatan dan Pembiayaan yang Mendukung Penurunan Stunting”, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan bahwa pemerintah harus bisa menyediakan data, termasuk data keluarga yang berisiko stunting, juga bagaimana mendampingi keluarga yang berisiko stunting dan calon pengantin atau calon Pasangan Usia Subur (PUS).
Dalam mendukung pelaksanaannya pun, pembentukan tim percepatan penurunan stunting dari tingkat pusat hingga tingkat desa harus dilakukan karena merupakan amanat dari Perpres 72/2021.
“Tim percepatan penurunan stunting mulai dari pusat, kemudian tingkat provinsi, kemudian kabupaten/kota, kecamatan ini pun harus dibentuk, dan di desa ini ada kepala desa kemudian ada tim percepatan penurunan stunting di desa didukung oleh tim pendamping keluarga,” tambah Hasto.
Sementara itu, angka prevalensi stunting terus mengalami tren menurun hingga 27,7 persen di tahun 2019 (data SSGBI). Namun pandemi Covid-19 yang melanda, menjadi salah satu tantangan yang menghambat target penurunan prevalensi stunting.
“Jadi ini kita anggap sebagai bukti bahwa memang ada tren menurun, tapi kita tahu dengan adanya Covid ternyata tren penurunan ini menjadi agak terhambat, tidak bisa curam lagi namun mungkin agak landai,” kata Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden.
Karenanya, perencanaan dan penganggaran kegiatan harus lebih baik sehingga diperlukan kegiatan analisis situasi sebagai dasar penyusunan rencana kerja. Ini merupakan kunci dari keberhasilan pelaksanaan program konvergensi penurunan stunting.
“Kuncinya ada di aksi 1 ini (analisis situasi), karena kita harus bisa memetakan, bisa menganalisis, bagaimana situasi stunting yang ada di daerah. Ini hulu menjadi kunci sebelum kita bicara aksi berikutnya. Kalau di depan ini sudah misleading atau salah menganalisa, maka ke depannya juga akan salah,” kata Suprayoga. (DM-DE/BPMI_Setwapres)