JAKARTA- Program intervensi percepatan penurunan stunting harus menyasar langsung secara tepat kepada keluarga-keluarga berisiko stunting. Untuk dapat menjangkau sasaran secara tepat, semua pihak yang terlibat dalam percepatan penurunan stunting perlu terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tata kelola, intervensi spesifik, dan intervensi sensitif secara konvergen, holistik, dan integratif.
Hal itu menjadi perhatian dan penekanan utama kegiatan Focus Group Discussion Koordinasi Persiapan Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Kalimantan Barat, yang digelar oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Sekretariat Wakil Presiden RI.
Acara daring yang diikuti lebih dari 100 orang aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Kalimantan Barat ini bermaksud mengidentifikasi masalah dan kendala dalam pelaksanaan program percepatan penurunan stunting yang selama ini telah dilakukan, kemudian dicarikan solusi melalui tindak lanjut perencanaan, penganggaran, dan penyasaran yang tepat. Kegiatan ini merupakan tahap awal sebelum pra-pendampingan dan pendampingan terpadu langsung ke kedua provinsi tersebut. Ini adalah tahapan koordinasi persiapan pendampingan terpadu percepatan penurunan stunting.
Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Setwapres Abdul Mu’is menjelaskan, pihaknya memastikan semua stakeholder bersedia untuk menggali data lapangan secara objektif sebelum pendampingan dilakukan di kedua provinsi tersebut. “Kegiatan ini adalah tahapan awal dari beberapa tahapan pendampingan terpadu, agar program percepatan penurunan stunting yang telah dirancang terlaksana secara tepat, efisien, dan berdampak pada hasil yang diharapkan,” katanya Kamis (29/9/2022).
“Ada dua tujuan utama kegiatan ini. Pertama, melakukan pendampingan bagi provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan Kalimantan Barat dalam pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif serta tata kelola pelaksanaan percepatan penurunan stunting untuk pencapaian target indikator sesuai Perpres 72/2021, dan kedua menyusun rencana kerja percepatan penurunan stunting kabupaten/kota berdasarkan identifikasi masalah yang dihadapi oleh masing-masing kabupaten/kota di dua provinsi tersebut,” jelas Abdul Mu’is.
“Pasca kegiatan pendampingan terpadu, Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kegiatan pemantauan dan pendampingan secara berkala secara mandiri. Instrumen pendalaman masalah ini bisa digunakan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan berdasar atas permasalahan nyata yang terjadi di lapangan,” pesan Abdul Mu’is mengakhiri sambutannya.
Dalam kesempatan yang sama, Lead Program Manager TP2S Setwapres Iing Mursalin mengungkapkan, para petugas di lapangan harus tahu persis tentang dua hal mendasar dalam menjalankan program, yaitu instrumen yang diperlukan dan cara memaksimalkan efektivitas penggunaannya. “Dua hal ini perlu kami sampaikan kepada rekan di daerah, agar pelaksanaan program pendampingan terpadu dapat berhasil secara optimal,” katanya.
Kunci keberhasilan program penurunan stunting adalah ketika intervensi yang kita berikan dapat diterima oleh keluarga berisiko stunting dengan benar dan tepat waktu. Sesuai dengan strategi nasional percepatan penurunan stunting, langkah penting yang ditempuh adalah intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif yang dilakukan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas.
Intervensi gizi spesifik terkait dengan pemberian makanan bergizi, tablet tambah darah, dan asupan gizi tambahan, sedangkan intervensi gizi spesifik terkait dengan perbaikan sistem sanitasi dan pasokan air bersih. “Kita ingin pastikan tata kelolanya benar. Bila hal itu terjadi, maka target menurunkan prevalensi stunting 14 persen pada 2024 bisa tercapai,” tandas Iing.
Dua Provinsi Kalimantan Barat dan Sumatera Utara sengaja dipilih karena keduanya termasuk ke dalam 12 provinsi prioritas dalam percepatan penurunan stunting. Provinsi Kalimantan Barat memiliki prevalensi stunting lumayan tinggi 29,8 persen dan jumlah anak Balita stunting 131.028 jiwa. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi stunting 25,8 persen dan jumlah anak Balita stunting cukup besar 347.437 jiwa.
“Jumlah anak stunting di 12 provinsi prioritas jika dijumlahkan mencapai 3,65 juta atau lebih 69% anak stunting di Indonesia. Oleh karena itu, penetapan 12 provinsi prioritas diharapkan akan memberikan kontribusi besar bagi pencapaian target, menurunkan prevalensi hingga 14% pada tahun 2024,” tambah Iing Mursalin.
Kegiatan ini diakhiri dengan penjelasan bahwa setelah mengikuti kegiatan koordinasi ini, kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Sumatera Utara diminta untuk mengisi data dasar kabupaten/kota pada format yang telah disediakan. Setelah itu, menyiapkan paparan yang akan disampaikan dalam pra-pendampingan terpadu.
Adapun instrumen identifikasi pendalaman permasalahan tata kelola, intervensi spesifik, dan intervensi sensitif menggunakan instrumen pendalaman masalah yang berisi beberapa pertanyaan yang bisa menjadi acuan dalam menggali potensi masalah dalam pencapaian setiap indikator yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Penjelasan teknis pengisian instrumen dalam FGD Koordinasi ini disampaikan oleh Tenaga Ahli dari Tim Percepatan Penurunan Stunting Setwapres, yakni Saputera (spesialis tata kelola pemerintahan), Irma Siahaan (spesialis pemantauan dan pelaporan), dan Budi Christiana (spesialis peningkatan kapasitas). (aro/mjr/mw)