YOGYAKARTA- Komisi XI DPR RI menyalurkan 1000 paket Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) bagi keluarga yang membutuhkan, Sabtu (15/10/2022) lalu. Kali ini daerah yang dipilih adalah Yogyakarta, tepatnya di Desa Kapanewon, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain menyalurkan bantuan, Komisi XI yang membawahi urusan keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan perbankan ini juga memberikan pembekalan kepada sejumlah kader Posyandu.
Tenaga Ahli Ketua Komisi XI DPR RI, RM Wibisono, mengatakan, stunting menjadi masalah serius yang disoroti oleh pemerintah. Prioritas penanganan stunting juga didukung oleh legislatif, sehingga menjadi salah satu program yang diprioritaskan secara multi years.
“Mencegah stunting merupakan tangung jawab bersama demi masa depan Indonesia. Salah satunya dengan menginisiasi bantuan MPASI. Bantuan ini diberikan dari dana aspirasi Komisi XI DPR RI,” kata Wibisono. Bantuan diserahkan melalui tim penggerak masing-masing wilayah. “Masyarakat sangat antusias. Semoga apa yang kami lakukan ini dapat mencegah stunting pada anak,” jelasnya.
Masalah stunting menjadi perhatian legislatif, mulai strategi penanganan, keterlibatan antarlembaga, hingga kebijakan anggaran. Beberapa daerah telah dapat menerapkan aksi secara tepat hingga memberikan dampak yang maksimal.
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta semua pihak melihat persoalan stunting secara holistik, karena ini tak dapat dipisahkan dengan masalah lain, seperti kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat.
Yang tak kalah urgen, kesejahteraan tenaga relawan di lapangan juga harus turut diperhatikan. Di antaranya, ada pendamping keluarga, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PKLB) non ASN, dan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) non-ASN.
Perhatian pemerintah pusat terhadap jaminan kesejahteraan tenaga relawan akan dapat mendorong upaya pencegahan dan penanganan stunting secara masif, mengingat mereka merupakan garda terdepan dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya pencegahan stunting di masyarakat.
“Kita minta kepada pemerintah pusat memperhatikan kesejahteraan dari tenaga relawan, pendamping keluarga, PLKB non-ASN ataupun PKB non-ASN karena justru sebenarnya mereka inilah yang bergerak secara masif dari rumah ke rumah untuk melakukan edukasi,” tutur Mufida.
Ia meminta pemerintah pusat memperhatikan kesejahteraan petugas lapangan dengan memasukkan mereka ke dalam daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dalam hal stunting, DPR RI turut berkontribusi dari segi legislasi dan juga aksi nyata sebagaimana yang dilakukan di Yogyakarta.
Baru-baru ini, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) sebagai RUU inisiatif DPR. RUU KIA akan menjadi pedoman bagi negara untuk memastikan anak-anak generasi penerus bangsa memiliki tumbuh kembang yang baik agar menjadi SDM yang unggul. RUU KIA ini disebut-sebut dapat berkontribusi menurunkan angka stunting.
RUU KIA di dalamnya mengatur cuti melahirkan enam bulan dan cuti suami 40 hari untuk mendampingi istri melahirkan. “Aturan cuti adalah langkah kita menyelamatkan masa depan bangsa dengan harapan ibu dapat memberikan ASI eksklusif,” kata anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. RUU KIA mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Namun, rancangan aturan baru itu banyak ditentang oleh pengusaha. (mjr/mw)