JAKARTA- Sekretariat Wakil Presiden melakukan screening menyeluruh terhadap pelaksanaan strategi nasional percepatan penurunan stunting. Hal ini dilakukan saat kegiatan Pra Pendampingan Terpadu Program Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumatera Utara, Selasa (4/10/2022).
Strategi nasional percepatan penurunan stunting mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Pada dasarnya strategi nasional berpijak pada lima pilar, yaitu: pertama, peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan; kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat; ketiga, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif; keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi; kelima, penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.
Untuk memastikan strategi nasional ini berjalan, pendampingan kepada daerah perlu diintensifkan. Dari konsultasi dengan sejumlah provinsi prioritas, secara umum terdapat komitmen yang menggembirakan dari para pemimpin daerah. Namun, dalam pelaksanaannya masih ditemukan sejumlah isu krusial yang harus ditindaklanjuti dengan pendampingan terpadu.
Untuk komitmen daerah rata-rata sudah diteguhkan. Dari pra pendampingan yang dilakukan pada Selasa (4/10/2022) untuk Provinsi Sumatera Utara, para pimpinan daerah provinsi dan kabupaten/kota telah menunjukkan komitmen untuk menjalankan strategi yang ditetapkan dalam mempercepat penurunan stunting.
Namun di lapangan masih ditemukan kendala-kendala minor. Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres, Suprayoga Hadi, dalam sambutan penutup mengungkapkan, secara umum kendala-kendala yang ada hanya terkait implementasi lapangan, bukan soal komitmen pemimpin daerah. “Semua masalah sudah berhasil kita identifikasi dan kita carikan solusinya,” ungkap Suprayoga Hadi.
Ia melanjutkan, meski komitmen daerah sudah bagus, tetapi di lapangan masih diwarnai problem faktual. Misalnya, tingkat keterlibatan aparatur di tingkat OPD dan kepala desa yang masih rendah. Sebagian ada yang tidak responsif menggunakan alokasi dana untuk stunting. Ada juga yang sudah mengalokasikan dana, tetapi tidak rajin berkoordinasi. “Komitmen saja tidak cukup, harus ditindaklanjuti dengan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pemantauan yang tepat sasaran dengan lokus Balita stunting dan keluarga berisiko stunting,” katanya.
Di daerah-daerah terpencil, kendala kapasitas sumber daya manusia juga masih mewarnai. Misalnya, aparatur yang kurang memahami penganggaran berbasis kinerja. Makanya masih ada saja program-program yang tidak sinkron dengan Master Ansit. Master Ansit adalah analisis situasi yang diinput dalam format baku sesuai dengan indikator-indikator yang ditetapkan.
Di level ujung tombak, ditemukan pula kader-kader Posyandu yang kurang mengerti tugasnya, misalnya tidak melakukan pencatatan sesuai parameter yang ditetapkan. Hal ini ditambah lagi dengan kekurangan fasilitas, misalnya kurangnya peralatan antropometri di banyak Posyandu.
Di luar itu semua, secara eksternal terdapat tantangan yang masih menganga, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat. Di daerah-daerah terpencil, terdapat tradisi yang kontra produktif dengan aksi penurunan stunting. Misalnya, kebiasaan buang air besar sembarangan yang masih meluas. Masyarakat desa belum memahami akibat jangka panjang dari kebiasaan buang air besar sembarangan yang merusak kualitas air dan lingkungan hidup ini.
Rendahnya kesadaran publik terkadang membuat kerja keras petugas kurang menuai hasil yang diharapkan. Misalnya, ketika diberikan tablet tambah darah (TTD), ibu hamil tidak meminumnya sesuai anjuran. Padahal untuk ibu hamil setidaknya harus mengonsumsi TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Sejumlah kendala dan masalah yang ditemukan ini adalah bahan-bahan yang hendak didiskusikan, dibahas, dan ditemukan solusinya oleh kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota yang didampingi. (mjr/mw)