JEPARA (stunting.go.id)- Kabupaten Jepara sukses menjadi terbaik di eks-Karesidenan Pati dalam penurunan prevalensi stunting. Kabupaten di pesisir utara Jawa Tengah ini berhasil menekan angka stunting secara signifikan dengan berbagai upaya konvergensi. Pada tahun 2021, prevalensi stunting Jepara masih bertengger di posisi lima terburuk se-Jawa Tengah, tetapi kini sudah berada di posisi 24 dari 35 kabupaten/kota, atau nomor 11 terbaik se-Jawa Tengah.
Prevalensi stunting Jepara menurut SSGI tahun 2022 adalah 18,2 persen, turun drastis dari tahun sebelumnya 25 persen (SSGI 2021). Jumlah balita stunting di Jepara mengalami penurunan konsisten dari tahun ke tahun. Pada 2019, balita yang mengalami stunting berjumlah 9.254 balita, kemudian 2020 menjadi 7.333 balita, pada 2021 turun menjadi 7.257 balita, dan pada 2022 turun lagi menjadi 7.227 balita. Per Juli 2023, menurut e-PPGBM bayi stunting masih tersisa 5.353 balita.
Untuk itu, Kepala BKKBN Provinsi Jawa Tengah, Eka Sulistija Ediningsih, sering meminta Jepara membagikan best practice kepada daerah-daerah lain di Jateng, seperti pada event yang digelar oleh Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/Kota Wilayah Eks-Karesidenan Pati, yang berlangsung di Hotel @Hom Kudus, baru-baru ini.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara Edy Sujatmiko, pihaknya tidak memiliki gerakan khusus yang menciptakan keajaiban. Dari segi program sebetulnya sama dengan yang lain, akan tetapi kualitas pelaksanaannya benar-benar dikawal ketat. Secara umum, ada delapan intervensi yang dibagi dalam empat sasaran. Untuk remaja putri adalah pemberian TTD setiap minggu dan screening anemia, untuk ibu hamil dilakukan pemeriksaan kehamilan rutin, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), dan makanan tambahan mencegah kekurangan energi kronis (KEK), kepada bayi enam bulan ada pemberian ASI eksklusif, dan bagi balita ada imunisasi, pemberian makanan tambahan protein hewani, dan pemeriksaan gizi rutin.
Untuk pemberian TTD misalnya, seluruh tenaga kesehatan yang terlibat harus mengawal benar-benar agar ini dikonsumsi secara benar. “Semua harus dikonsumsi, tidak boleh ada yang dimasukkan saku. Yang tidak bisa meminum dengan air disediakan pisang,” tandas Edy Sujatmiko.
Kabupaten Jepara sebenarnya mendapatkan atensi dan bantuan dari Pusat Intelijen Medik (PIM), sebuah lembaga di bawah naungan Badan Intelijen Negara (BIN). Di Jepara, lembaga ini menerjunkan personilnya untuk penelitian mendalam yang hasilnya menjadi dasar aksi percepatan penurunan stunting bagi Pemkab Jepara.
Lembaga itu melakukan pengambilan sampling bayi di bawah usia lima tahun (balita) dengan cara mengambil urine dengan alat yang belum tentu dimiliki Puskesmas maupun rumah sakit. Dari sampling ini diketahui indikator-indikator dari si anak stunting ini. Dengan demikian, langkah intervensi bisa semakin fokus pada persoalan, misalnya terkait dengan komposisi makanan tambahan yang diberikan dan juga perlakuan lain yang relevan.
APBD Jepara juga ditingkatkan untuk melakukan aksi lebih besar, seperti pembagian susu dan PMT yang tepat. Pada tahun 2023, APBD Kabupaten Jepara mengalokasikan dana Rp111,9 milyar untuk stunting. Rinciannya untuk makanan tambahan bayi Rp.3,8 milyar, kegiatan dengan sasaran calon pengantin, ibu hamil, pasangan usia subur Rp.45.1 milyar dan untuk pendampingan Rp.62,9 milyar.
Supaya aksi ini semakin masif dan kuat, stunting dijadikan parameter dalam lomba desa. Menurut Pj. Bupati Jepara, Edy Supriyanta, sebaik apapun prestasi desa tak akan menang apabila stuntingnya tinggi. Khusus untuk Puskesmas, pihaknya menerapkan target tinggi dan tegas. “Dalam waktu tiga bulan, jika tidak ada penurunan angka stunting, Kepala Puskesmas siap-siap akan saya copot jabatannya,” kata Edy Supriyanta. (mjr.mw)