JAKARTA (stunting.go.id)- Salah satu kunci keberhasilan program percepatan penurunan stunting adalah bujet atau anggaran. Bagaimanapun bagusnya strategi dan rencana aksi, apabila tidak didukung anggaran yang memadai tidak akan berjalan sukses. Untuk itulah, dalam program percepatan penurunan stunting, pemerintah menurunkan bujet ekstra dan mengawasi pelaksanaannya untuk membuat program ini lebih terjamin.
Pada tahun 2022, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp44,8 triliun untuk mendukung program percepatan penurunan stunting. Anggaran tersebut terdiri dari belanja yang tersebar di 17 kementerian dan lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan Pemerintah Daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp8,9 triliun serta DAK Nonfisik sebesar Rp1,8 triliun. Untuk tahun 2023, anggaran yang disalurkan melalui kementerian dan lembaga sebesar Rp30,4 triliun.
Tentang kebijakan anggaran dalam program penurunan stunting di Indonesia dipaparkan oleh Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, di depan utusan Republik Demokratik Rakyat Laos yang tengah mengadakan kunjungan studi ke Indonesia terkait program percepatan penurunan stunting. “Anggaran untuk stunting merupakan alokasi khusus yang tidak dapat digantikan untuk program lain dan pencairannya,” ungkap Isa Rachmatarwata
di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta (5/9/2023).
Pemaparan tersebut diungkapkan dalam diskusi bersama 17 utusan resmi Pemerintah Laos, yang terdiri dari para pejabat eselon 1 dan 2 dari lima kementerian dan sejumlah pejabat dari berbagai instansi di Indonesia yang terlibat dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat. Di antara utusan Laos terdapat perwakilan dari Uni Eropa, Bank Dunia, dan German Agency for International Cooperation (GIZ). Mereka berada di Indonesia selama 4 hari, 4-7 September 2023.
Bujet untuk program stunting pada dasarnya harus digunakan untuk intervensi langsung pada sasaran stunting, yaitu bayi-bayi sampai usia 1000 HPK dan ibunya. Lokasinya diutamakan pada 12 daerah prioritas, yaitu provinsi yang angka persentase stuntingnya tinggi dan provinsi dengan kuantitas stuntingnya banyak. “Bujet untuk stunting itu sifatnya terkunci untuk program tertentu. Makanya, instansi terkait harus menandai dana ini terkait output yang diprogramkan,” katanya.
Dana yang dialokasikan khusus ini disalurkan melalui kementerian dan lembaga negara yang terlibat langsung dalam program percepatan penurunan stunting untuk mendukung penciptaan rumah tangga dengan tingkat kesehatan yang lebih baik. Penyebab stunting ternyata tidak hanya karena kekurangan gizi kronis pada anak balita, tetapi juga bisa menyangkut permasalahan kompleks yang ada kaitannya dengan intervensi sensitif.
Untuk itu, intervensi anggaran oleh Kemenkeu telah dipertajam. “Kita pastikan mengintervensi stunting di daerah itu dengan pendekatan yang tepat. Kalau masalahnya adalah masalah spesifik makanan, ya kita ke makanan. Kalau misalnya ini adalah lingkungan yang lebih sehat, lebih bersih, ya mungkin isu seperti sanitasi, air minum dan sebagainya itu yang lebih baik,” tambahnya. (mjr.mw)