GORONTALO– Provinsi Gorontalo baru saja selesai melakukan penilaian desa/kelurahan stunting berbasis Gerakan Masyarakat (Germas). Penilaian ini menjadi bagian dari intervensi sensitif terhadap sasaran penurunan stunting. Lokasi terakhir yang dinilai adalah Kelurahan Huangobotu dan Kelurahan Bugis, Kota Gorontalo, pada Selasa (11/10/2022).
Provinsi di bagian utara Pulau Sulawesi ini telah berhasil menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 5,9 persen poin dari tahun 2019 ke tahun 2021. Diketahui, sesuai data yang dirilis oleh Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi stunting Provinsi Gorontalo pada tahun 2021 sebesar 29 persen, sebelumnya berada di angka 34,89 persen menurut data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019.
Di antara cara yang digencarkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo adalah memastikan intervensi sensitif mengena ke sasaran keluarga stunting atau keluarga berisiko stunting. Intervensi sensitif merupakan kegiatan intervensi yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung terjadinya stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan.
Melalui program Germas yang diinisiasi oleh BKKBN, pemerintah setempat gencar mengontrol kepatuhan desa-desa terhadap gaya hidup sehat dan infrastruktur pendukungnya. Hal ini dimaksudkan agar di tengah-tengah masyarakat tidak ada gaya hidup yang bertentangan dengan kampanye hidup bersih dan sehat, misalnya buang air besar sembarangan atau open defecation free.
Kepala Dinas Kesehatan Yana Yanti Suleman menyebutkan, Germas merupakan upaya untuk memastikan masyarakat melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. “Kegiatan ini sangat memengaruhi capaian turunnya prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo,” katanya.
Kegiatan ini adalah salah satu agenda nasional yang digelar oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pada saat yang sama, aksi intervensi spesifik berjalan sebagaimana biasa.
Pada 2019, Provinsi Gorontalo menjadi juara umum nasional Germas dan program itu terus digencarkan sampai sekarang. Oleh sebab itu, Gorontalo telah mencapai perkembangan berarti dalam menekan angka stunting.
Poin-poin yang menjadi indikator penilaian, di antaranya adalah regulasi di tingkat provinsi, kelembagaan, koordinasi pelaksanaan, perencanaan dan mekanisme Monev tingkat provinsi, pelaksanaan Germas di kabupaten/kota, aktivitas dan program, capaian sasaran Germas, tantangan dan kendala serta rekomendasi penguatan Germas.
Wakil Gubernur Gorontalo H. Idris Rahim mengatakan, keberhasilan menurunkan stunting 5,9 persen poin adalah lompatan besar. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 ditargetkan tahun 2024 angka prevalensi stunting turun pada posisi 14 persen. “Artinya dalam dua setengah tahun ke depan kita harus bisa menurunkan 15 persen lagi dan ini tugas yang cukup berat,” ungkapnya.
Diketahui, berdasarkan hasil SSGI tahun 2021, Kabupaten Pohuwato menjadi daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Provinsi Gorontalo, mencapai 34,6 persen. Disusul Kabupaten Boalemo dengan angka 29,8 persen, Gorontalo Utara 29,5 persen, Kabupaten Gorontalo 28,3 persen, dan Kota Gorontalo 26,5 persen. Sedangkan angka prevalensi stunting terendah dicapai oleh Kabupaten Bone Bolango sebesar 25,1 persen. (mjr/mw)