SURABAYA (stunting.go.id)- Pemerintah Kota Surabaya berhasil mencetak hasil gemilang dalam menangani 724 balita terindikasi stunting di Surabaya. Dengan pendampingan secara kolaboratif, sebanyak 650 dari 724 balita di kota pahlawan itu berhasil dinaikkan berat badannya hingga level normal, hanya dalam waktu dua bulan. Sedangkan 74 lainnya masih belum berhasil dipulihkan.
Pendampingan pada 724 bayi stunting ini dilakukan oleh Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) bersama unsur Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Kota Surabaya dan melibatkan banyak unsur swasta dan akademisi. Lembaga-lembaga yang terlibat adalah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia), FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) Universitas Airlangga, Kesling (Kesehatan Lingkungan), dan Poltekes Lingkungan.
Ketua Tim PKK Kota Surabaya Rini Indriyani mengaku gembira dengan hasil pendampingan intensif ini. Ternyata model perhatian menyeluruh dan kolaboratif antar elemen menghasilkan pengaruh yang jauh lebih baik daripada pemerintah sendiri yang melakukan. “Hasilnya luar biasa, 650 dari 724 balita stunting mengalami kenaikan berat badan dan tinggi badan,” ujarnya di Surabaya, (31/10/2023).
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, berterima kasih kepada seluruh jajaran PKK yang mendampingi Pemkot Surabaya sehingga angka stunting dan kemiskinan bisa menurun. Yang unik, kader-kader PKK yang terlibat sangat beragam, termasuk orang-orang sepuh berusia 70-80 tahun. Ini merupakan indikator kepedulian masyarakat semakin meningkat dengan isu-isu stunting.
“Ada beberapa kelurahan yang tidak terdapat balita stunting. Namun yang paling hebat adalah ketika di titik itu tidak ada anak stunting, namun PKK di titik itu tetap membantu tempat yang lainnya,” ungkap Eri Cahyadi. Setelah banyak aksi dilakukan di Kota Surabaya, ternyata perhatian publik secara gradual meningkat dan telah mencapai titik yang menggembirakan.
Pada tahun 2021 lalu, populasi balita stunting di Kota Surabaya mencapai 6.722 kasus, lalu pada tahun 2022 turun menjadi 923 kasus, dan pada akhir September 2023 tinggal 529 kasus. Pada akhir Oktober 2023, turun lagi, sehingga bayi stunting itu tinggal 74 kasus.
Kota Surabaya adalah pencetak rekor prevalensi stunting terendah se-Indonesia, dengan angka 4,8 persen menurut SSGI tahun 2022. Angka ini tergolong sangat rendah, mengalahkan Denpasar Bali yang prevalensinya 5,5 persen dan Jakarta Selatan 11,9 persen (SSGI 2022). (mjr.mw)