JAKARTA (stunting.go.id)- Percepatan penurunan stunting tidak bisa dilakukan sendirian oleh pemerintah. Ini harus menjadi gerakan bersama bangsa Indonesia. Apalagi untuk mengejar target prevalensi stunting turun 14 persen pada tahun 2024, sementara pada tahun 2022 masih berada pada angka 21,6 persen, dibutuhkan kerja sama yang kokoh semua pihak untuk menangani dan mencegah stunting secara gotong royong.
Organisasi Nahdlatul Ulama melalui Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKM-NU) menjadikan program percepatan penurunan stunting sebagai salah satu prioritas gerakan dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua GKMNU, Alissa Wahid, di arena Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan PBNU di Pondok Pesantren al-Hamid, Cilangkap, dan Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023).
Putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid ini mengatakan, percepatan penurunan stunting menjadi salah satu program unggulan di GKMNU yang akan digelar dalam berbagai bentuk, seperti kelas pengasuhan, konsumsi TTD, pemberian PMT, aktivasi dan penguatan Posyandu, konsultasi keluarga, dan program lain. “Program mandatori yang sangat penting adalah bimbingan perkawinan, bimbingan keluarga, dan bimbingan anak dan remaja,” jelas Alissa Wahid.
Program percepatan penurunan stunting ini menjadi salah satu poin krusial yang menjadi bagian tak terpisahkan dari tema Munas dan Konbes NU “Mendampingi Umat, Memenangi Masa Depan” ini.
Pada acara Munas dan Konbes ini, Presiden Joko Widodo hadir didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju, seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono.
Munas Alim Ulama adalah kegiatan besar yang memiliki daya ikat kuat setelah Muktamar. Kegiatan ini digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membicarakan berbagai macam masalah agama untuk dijadikan keputusan hukum fikih bagi warna nahdliyyin. Pesertanya adalah jajaran Pengurus Besar NU, Pengurus Wilayah NU, dan perwakilan berbagai pondok pesantren.
Sebagaimana kuatnya daya ikat Munas Alim Ulama, Konbes NU diikuti oleh jajaran Pengurus Besar NU, Pengurus Wilayah NU, dengan berbagai lembaganya membahas masalah keorganisasian, program kerja, dan hal-hal lain yang dipandang penting sebagai respons NU atas perkembangan sosial yang terjadi.
Sebelumnya, GKMNU telah menggelar Rapat Kerja Satuan Tugas Nasional di Jakarta, Rabu (31/5/2023). Pada acara yang dihadiri Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Satgas Nasional (Kasatgasnas) KH. Yaqut Cholil Qoumas, dan Wakil Ketua Satgasnas Alissa Wahid itu memantapkan kembali tujuan GKMNU bahwa gerakan ini merupakan manifestasi PBNU yang akan hadir dalam keseharian warga nahdliyyin di desa, termasuk dalam menangani dan mencegah stunting dalam bidang kesehatan.
Menurut Gus Yahya, NU harus hadir dalam dinamika kehidupan masyarakat yang luas dan beragam. Oleh sebab itu, diperlukan transformasi sistemik yang luas. “Strategi menghadirkan organisasi NU ke tengah-tengah masyarakat nahdliyyin adalah melalui program keluarga maslahat, yang dilakukan oleh lembaga dan badan otonom yang lintas lini, termasuk dalam mencegah stunting,” katanya.
GKMNU adalah satuan tugas khusus yang dibentuk PBNU untuk melakukan serangkaian aksi yang kongkret dalam mendampingi dan memberdayakan keluarga dalam lingkup sosial. Untuk tugas ini, dibutuhkan perangkat gerakan yang gesit melakukan aksi kongkret dan dapat melakukan kerja sama dengan lembaga lain yang sesuai dengan platform dan tujuan GKMNU. Saat ini, GKMNU telah memiliki Satuan Tugas (Satgas), mulai dari tingkat nasional, wilayah, cabang, kecamatan, hingga kader desa di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY. Segera menyusul dibentuk Satgas GKMNU di Provinsi Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sumatera Utara. (mjr.mw)