Apakah yang dimaksud dengan stunting ?
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita) akibat kekurangan asupan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Stunting ditentukan oleh indeks antropometri yang menggunakan data panjang badan berdasarkan umur (PB/U) untuk anak usia dibawah 2 tahun dan menggunakan data tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) untuk anak usia 2 tahun ke atas. Dalam laporan Riskesdas, kondisi stunting merupakan gabungan antara anak dengan status gizi “pendek” dan “sangat pendek”.
Apakah anak yang pendek selalu stunting?
Meski kondisi anak pendek atau sangat pendek digunakan sebagai indikasi masalah gizi kronis, namun anak pendek atau sangat pendek belum tentu stunting akibat masalah gizi kronis, karena pendek atau sangat pendek bisa juga terjadi karena faktor keturunan (meski secara proporsi umumnya sangat kecil dalam suatu populasi). Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tenaga kesehatan terlatih untuk menentukan bahwa seorang anak pasti stunting akibat masalah gizi kronis atau tidak.
Apakah stunting tergolong penyakit?
Stunting bukan penyakit, tapi kondisi gagal tumbuh karena kurangnya asupan makanan dan terjadinya infeksi berulang dalam jangka waktu tertentu (kronis) yang terjadi pada periode emas atau 1.000 HPK seorang anak yaitu sejak berada dalam kandungan hingga usia 2 tahun.
Mengapa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK) seorang anak disebut sebagai periode emas dalam upaya pencegahan stunting?
Disebut “periode emas” karena pada masa itulah stunting dapat terjadi dan sekaligus dapat dicegah atau masih dapat dikoreksi. Jika tidak dicegah atau dikoreksi dalam kurun waktu tersebut, maka berbagai gangguan pertumbuhan maupun perkembangan yang diakibatkan oleh masalah gizi kronis ini umumnya akan menjadi permanen atau tidak dapat dikoreksi lagi.
Apakah yang menjadi faktor resiko/penyebab stunting sebagai indikasi masalah gizi kronis?
Ada dua kelompok faktor resiko/penyebab stunting sebagai indikasi masalah gizi kronis:
- Penyebab langsung: yaitu kurangnya asupan makanan bergizi dan infeksi berulang dalam jangka waktu tertentu (kronis).
- Penyebab tidak langsung: terdiri dari berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penyebab langsung dari stunting akibat masalah gizi kronis. Faktor-faktor tersebut antara lain terkait masalah akses terhadap makanan bergizi, pola asuh yang kurang optimal, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, praktik hygiene, atau masalah kesehatan lingkungan yang mempengaruhi akses ke air bersih dan sanitasi (lingkungan). Penyebab tidak langsung ini dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang mendasar seperti faktor ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan/atau pemberdayaan perempuan.
Apakah stunting hanya terjadi pada keluarga yang kurang mampu secara ekonomi ?
Mengingat faktor resiko/penyebab yang multidimensi (lihat penjelasan di no 5), maka stunting akibat masalah gizi kronis tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi. Baik anak dari keluarga yang mampu maupun tidak mampu secara ekonomi dapat beresiko mengalami stunting. Sebagai contoh: pola asuh yang kurang optimal, kondisi lingkungan yang kurang bersih atau mengalami polusi, akses ke informasi gizi kesehatan yang tepat, dll dapat menjadi faktor resiko stunting yang tidak selalu dikarenakan masalah ekonomi keluarga.
Apa dampak dari masalah gizi kronis selain stunting?
Selain gangguan pertumbuhan yang diindikasikan oleh stunting, biasanya anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan akibat masalah gizi kronis, baik gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, ataupun sistem kekebalan tubuh. Gangguan perkembangan inilah yang kemudian dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar atau mudah terserang penyakit. Kondisi kurang gizi kronis yang tidak dicegah atau terlambat dikoreksi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit tidak menular (PTM) di usia lebih lanjut (seperti diabetes, penyakit jantung, kanker, stroke, dan lain-lain) pada level individu dan menurunkan angka produktivitas sumber daya manusia pada level populasi.
Apakah stunting dapat dicegah atau dikoreksi?
Stunting dapat dicegah atau dikoreksi jika dilakukan sebelum atau selama periode emas. Karenanya berbagai intervensi penting dilakukan sejak dini, mulai dari mempersiapkan kondisi gizi dan kesehatan calon ibu hingga memastikan kesehatan yang baik dan gizi yang cukup terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan, yaitu sejak anak berada dalam kandungan hingga usia 2 tahun.
Berapa jumlah daerah prioritas penurunan stunting?
Di tahun 2019, terdapat 160 kabupaten/kota prioritas percepatan pencegahan stunting. Di tahun 2020 bertambah menjadi 260 kabupaten/kota prioritas dan tahun 2021 bertambah menjadi 360 kabupaten/kota prioritas.
Bagaimanakah intervensi dalam penanganan stunting?
Intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 30%)
Intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
Intervensi Gizi Sensitif (berkontribusi 70 %)
Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK.
Mengapa pelaksanaan Aksi Konvergensi mengikuti siklus tahunan di daerah?
Agar hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keterpaduan intervensi gizi melalui mekanisme reguler perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian pembangunan daerah.
Apa saja Aksi Konvergensi itu?
Aksi Konvergensi terdiri dari 8 (delapan) aksi, yaitu:
- Aksi 1 – Analisis Situasi; identifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan integrasi.
- Aksi 2 – Rencana Kegiatan; menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan intervensi gizi.
- Aksi 3 – Rembuk Stunting; menyelenggarakan rembuk stunting tingkat kabupaten/kota.
- Aksi 4 – Peraturan Bupati/Walikota tentang Peran Desa; memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintegrasi.
- Aksi 5 – Pembinaan KPM; memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi di tingkat desa.
- Aksi 6 – Sistem Manajemen Data; meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan cakupan intervensi di tingkat kabupaten/kota.
- Aksi 7 – Pengukuran dan Publikasi Stunting; melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi angka stunting di kabupaten/kota.
- Aksi 8 – Reviu Kinerja Tahunan; melakukan reviu kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terakhir.
Apa Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting?
Aksi Konvergensi adalah instrumen dalam bentuk kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi dalam pencegahan dan penurunan stunting. Aksi konvergensi sering juga disebut sebagai Aksi Integrasi. Aksi ini digunakan untuk meningkatkan kualitas pendekatan pelaksanaan program dan perilaku lintas sektor agar program dan kegiatan intervensi gizi dapat digunakan oleh keluarga sasaran yaitu rumah tangga 1.000 HPK dengan lebih efektif.
Mengapa intervensi gizi pencegahan dan penurunan stunting harus dilakukan secara konvergen?
Pembelajaran dari keberhasilan di negara-negara lain menunjukkan bahwa efektifitas penurunan stunting ditentukan oleh seberapa menyeluruh atau terpadunya intervensi gizi yang menyasar lokasi dan kelompok sasaran prioritas. Semakin lengkap dan terpadunya intervensi gizi di lokasi dan kelompok sasaran prioritas, maka upaya percepatan penurunan stunting akan semakin efektif. Pembelajaran juga menunjukkan bahwa intervensi gizi paling efektif diberikan pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sehingga kelompok sasaran prioritas adalah Rumah Tangga 1000 HPK.
Apa yang dimaksud dengan konvergensi?
Konvergensi merupakan pendekatan penyampaian intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi, dan bersama-sama untuk mencegah stunting kepada sasaran prioritas.
Berapa angka prevalensi stunting di Indonesia?
Berdasarkan Studi Status Gizi Balita dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) prevalensi stunting Indonesia tahun 2019 sebesar 27,7 %. Walaupun sudah turun dari tahun sebelumnya, percepatan pencegahan stunting harus terus dilakukan agar dapat memenuhi target penurunan prevalensi stunting 14 % pada tahun 2024.
Apa target indikator utama dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi atau konvergen?
Dalam penurunan stunting terintegrasi, indikator dampak adalah prevalensi stunting. Indikator capaian antara atau intermediate outcome-nya meliputi anemia pada ibu hamil dan remaja putri, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada bayi, ASI ekskusif, diare pada baduta dan balita, kecacingan pada anak balita, dan gizi buruk pada anak balita.
Apakah 5 (lima) Pilar pencegahan stunting?
5 pilar pencegahan stunting yaitu:
- Komitmen dan visi kepemimpinan tertinggi negara;
- Kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku;
- Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa;
- Gizi dan ketahanan pangan,
- Pemantauan dan evaluasi.
Apakah peran Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) dalam percepatan pencegahan stunting?
Setwapres bertugas mengkoordinasikan dan menyinkronkan program-program nasional, lokal, dan masyarakat dengan pendekatan multi-sektor melalui konvergensi program di semua tingkatan. Hal ini didasarkan pada Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)/Stranas Stunting yang mendorong pencegahan stunting berdasarkan 5 (lima) Pilar pencegahan stunting. Setwapres mengkoordinasikan 23 kementerian/lembaga dalam percepatan pencegahan stunting. TP2AK atau Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) dibentuk untuk mendukung fungsi Setwapres tersebut, di bawah koordinasi Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia, Setwapres.