PEKALONGAN (https://stunting.go.id)- Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah mengumpulkan anak-anak balita stunting dalam sebuah grup yang ditangani hingga tuntas. Aksi penanganan intensif ini dikemas dalam program Si Pepes, singkatan Aksi Percepatan Penurunan Stunting.
Kepala Puskesmas Wiradesa dr. Ferry Susanto mengungkapkan, anak-anak yang pertumbuhannya lambat atau stunted ternyata mengalami kasus-kasus spesial dengan jumlah yang besar. Nah, anak stunting dengan penyakit bawaan dan kondisi khusus ini dikoordinasikan dalam forum khusus yang disebut “kelas stunting”. Anak-anak yang masuk kelas ini dikelola secara intensif hingga terselesaikan.
Program ini awalnya dibuat berdasarkan tuntutan situasi, di mana banyak kasus stunting yang tidak dapat diselesaikan melalui intervensi biasa. Ibu-ibu datang ke Posyandu memeriksakan anaknya, lalu anak-anak yang tidak berkembang maksimal dirujuk ke Puskesmas. Tetapi kebanyakan dari mereka tidak menyelesaikan seluruh rangkaian treatment secara tuntas.
“Di lapangan, banyak kasus tidak akan selesai dengan mekanisme biasa, terutama anak-anak balita yang memiliki kondisi khusus,” kata Ferry di Pekalongan (11/11/2022). Kasus-kasus sulit biasanya terkait dengan anemia, tuberkulosis, atau infeksi kronis.
Jumlahnya cukup signifikan. Pada tahun 2021, ditemukan 79 kasus stunting, dengan sebagian di antaranya menderita penyakit lain, yaitu 37 anak terdeteksi anemia dan 10 anak terdeteksi tuberkulosis. Puskesmas Wiradesa kemudian mendatangkan dokter spesialis anak, agar treatment kepada anak-anak ini lebih intensif.
Problem ini juga dibicarakan dengan pihak desa agar mendapat dukungan bantuan obat-obatan yang tidak dicover oleh program intervensi spesifik. Peran desa diperlukan karena penanganan kasus ini ada kaitannya dengan administrasi dan biaya. Dalam jangka pendek, pihak desa diminta mengalokasikan dana untuk obat-obatan yang diberikan sementara, lalu pihak desa diminta membantu mengurus Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi anak-anak ini.
Awalnya, program ini hanya menjangkau sedikit kasus “stunting berat”. Pada tahun 2021, hanya Desa Kadipaten, Kecamatan Wiradesa yang sanggup membantu biaya anak-anak stunting dengan penyakit penyerta. Maka saat itu yang dapat ditangani hanya 8 anak.
Tahun berikutnya, frekuensinya naik drastis. Puskesmas Wiradesa berhasil mengajak semua desa dan kelurahan di Kecamatan Wiradesa untuk berpartisipasi, yaitu 11 desa dan 5 kelurahan. Dengan dana desa, pemerintah desa setuju membackup masalah ini. Tahun 2022, anak stunting yang tertangani mencapai 86 anak, dengan membentuk kelas stunting sesuai jumlah desa dan kelurahan yang ditangani.
Kekuatan program ini adalah dapat menyelesaikan kasus stunting hingga tuntas. Orang tua balita stunting dikumpulkan dalam sebuah kelas khusus untuk mendiskusikan kasus-kasus yang ada, sekaligus meminta komitmen mereka menjalankan seluruh mekanisme hingga selesai.
Treatment ini jelas membutuhkan partisipasi pemerintah desa, karena obat untuk anak-anak dengan penyakit bawaan tidak tersedia dalam paket intervensi spesifik. Misalnya, tablet F100 diberikan kepada anak-anak stunted selama 90 hari. Harga satu sachet-nya Rp8 ribu, dikonsumsi sehari 3 kali selama 90 hari.
Program ini menyumbang pengaruh signifikan dalam menurunkan angka stunting. Pada tahun 2020, menurut data kecamatan, prevalensi stunting Kecamatan Wiradesa berada di angka 21 persen (unvalidated). Namun di tahun 2021, hanya tersisa 7,5 persen (validated), dan di tahun 2022 menurun lagi hingga tinggal 6,6 persen (validated).
Berbeda dengan intervensi lain yang sifatnya kolosal, program Si Pepes ini bekerja bagaikan sniper, menembak langsung pada sasaran tertentu yang sulit ditangani. Program ini memiliki concern yang kuat pada kasus-kasus stunting yang existing, lalu menanganinya dengan cermat. Untuk itulah, program Si Pepes ini dilengkapi dokter spesialis anak yang disiagakan di Puskesmas.
Keberadaannya melengkapi intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang saat ini sudah dilakukan di Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan.
Program ini jelas menggembirakan masyarakat. Salah satu penerima manfaatnya adalah Siti Rohaya (36 tahun), warga RT 6 RW 2, Desa Kadipaten, Kecamatan Wiradesa. Rohaya menemukan masalah pada anaknya, Rafi Husein, saat anak ketiganya itu berusia 2 tahun 4 bulan. “Berat dan tingginya tidak bertambah padahal makannya lahap,” katanya. Bayi ini dahulu lahir normal dengan berat 2,9 kilogram dan panjang 50 sentimeter, tetapi perkembangannya kemudian terhenti.
Awalnya, ia menemukan masalah, anaknya selalu buang air besar tak lama setelah makan. Bersamaan dengan itu, badannya tetap kurus dan tingginya cenderung statis. Ia telah memeriksakan ke Posyandu dan diidentifikasi stunted, tetapi tak ada kemajuan dengan intervensi biasa. Kemudian, ia diikutsertakan dalam kelas stunting dan anaknya ditreatment khusus. Di Puskesmas Wiradesa, anaknya ditangani dokter spesialis anak, lalu diberikan obat-obatan khusus.
Dengan vitamin secara rutin dan obat dari dokter, kini anaknya sudah sembuh. “Anaknya tampak sehat dan aktif,” katanya. Saat ini, tingginya bertumbuh, walau masih di angka 77 centimeter. (mjr/mw)