JAKARTA (stunting.go.id)- Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) mendampingi Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, melakukan kunjungan ke Desa Serdang Kulon, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, Kamis (7/9/2023). Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan (PMPP) Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi, menjelaskan kedatangan Presiden Bank Dunia ke Indonesia bertujuan untuk melihat secara langsung implementasi program percepatan penurunan stunting di lapangan, menjelang berakhirnya program Investing in Nutrition and Early Years (INEY) pada Desember tahun ini.
Program INEY yang dimulai sejak tahun 2018 memperoleh dukungan dana dari Bank Dunia, senilai USD 400 juta untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia. Program INEY diimplementasikan melalui beberapa kementerian dan lembaga negara, di mana Sekretariat Wakil Presiden duduk sebagai Project Management Unit.
Pada saat turun ke Desa Serdang Kulon, Suprayoga Hadi menemani Ajay Banga ke empat titik, yaitu Posyandu, Bina Keluarga Remaja (BKR), Pendidikan Anak Usia Dini, dan Bina Keluarga Balita (BKB). Bidan Desa sekaligus pembina Posyandu Kenanga 10 Serdang Kulon, Nurfitriana, menjelaskan pelayanan Posyandu tidak hanya mencakup pemantauan tumbuh kembang anak, tetapi memberikan layanan berbagai jenis vaksinasi gratis, suplemen vitamin A, vitamin B, dan Tablet Tambah Darah (TTD).
Suprayoga melihat Posyandu telah memainkan peran penting sebagai agen penurunan stunting yang langsung berhadapan dengan target sasaran. “Di Posyandu, kami melihat praktik pemeriksaan bayi-bayi dilakukan sesuai prosedur dan alat-alat yang benar. Sementara itu, ibu hamil dan yang memiliki anak balita diberikan pengetahuan dalam kegiatan kelompok yang dipandu tenaga kesehatan berkompeten,” katanya.
Secara umum, pemerintah telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) yang beranggotakan 20 kementerian dan lembaga negara. TP2S juga ada di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota se-Indonesia yang secara aktif mengambil peran masing-masing. Sinergi ini bekerja dalam satu aksi nasional yang implementasinya kongkret hingga tingkat administratif terendah. “Sampai saat ini kita masih bersinergi bersama mengejar percepatan penurunan stunting yang telah ditargetkan Presiden, yaitu turun menjadi 14% pada tahun 2024,” tandasnya.
Dalam empat tahun sejak 2018, angka prevalensi stunting turun dari 30,8% (2018) menjadi 21,6% pada tahun 2022, atau turun 2,3% poin setiap tahunnya. Indonesia pada awalnya termasuk salah satu negara dengan permasalahan gizi buruk yang cukup parah. Pada 2018, dari 514 kabupaten/kota, hanya 34 kabupaten dengan prevalensi stunting di bawah 20%. Sebagian besar provinsi masih tercatat dengan prevalensi stunting di atas 30%, termasuk DKI Jakarta. Ketika itu 30,8% anak Indonesia berstatus stunted, sementara 10,2% lainnya terlalu kurus (wasting), 17,7% mengalami kekurangan berat badan (underweight), 8% mengalami kegemukan (obesitas), dan banyak bayi lahir dengan berat badan di bawah standar sebesar 6,2%.
Saat itu tidak terlihat tanda-tanda kondisi akan membaik. Faktanya, angka anemia pada ibu-ibu hamil masih tinggi, yaitu 48,9%, angka imunisasi komplit pada bayi 12-23 bulan baru 57,9%, dan anak usia 5 tahun yang belum tersentuh imunisasi sama sekali mencapai 9,2%. Ketika itulah, pemerintah mulai memberikan perhatian khusus pada penurunan stunting sebagai program prioritas.
Desa Serdang Kulon ditetapkan sebagai desa percontohan untuk program pemberdayaan masyarakat desa dan terpilih sebagai desa terbaik se-Indonesia pada 2016. Di desa ini bukan tidak ada stunting, tetapi dapat menerapkan treatment yang benar dalam menangani kasus-kasus kekurangan gizi kronis dan juga memiliki sistem pembinaan bagi ibu hamil dan ibu balita. (mjr.mw)