LARANTUKA- Masyarakat pedesaan dituntut pintar memanfaatkan sumber daya yang ada di daerahnya untuk mengatasi berbagai masalah, termasuk stunting. Pemerintah Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), memanfaatkan sorgum sebagai ‘senjata’ menurunkan angka stunting.
Desa yang terletak di tepi hutan lindung Ile Muda itu melaunching program wajib makan sorgum bagi warga di daerah itu. Sorgum dianggap sumber pangan yang mudah dan murah, namun memiliki kandungan gizi tinggi dan bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan anak.
Kepala Desa Klantanlo, Petrus Muda Kurang (50 tahun) mengungkapkan, sorgum mudah didapat di daerah. Dalam bentuk tepung, tanaman ini didistribusikan oleh Bumdes setempat kepada masyarakat sebagai komoditas pangan yang lebih murah tetapi tak kalah manfaatnya ketimbang beras.
Budi daya sorgum ini dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) guna membantu warga miskin yang mengalami masalah gizi. Sorgum itu tidak diberikan gratis, melainkan harus ditebus dengan harga terjangkau. “Pembayarannya lunak, boleh mencatat dahulu baru dibayar bila ada uang,” kata Petrus Muda.
Program ini selalu dikampanyekan oleh perangkat desa yang rajin melakukan penyuluhan tentang manfaat sorgum bagi perkembangan bayi dan anak Balita. Di desa Klantanlo, kini masih terdapat tujuh anak Balita stunting yang rutin dikunjungi petugas. “Kalau ada anggota keluarga yang mengalami stunting, maka sorgum hukumya wajib dikonsumsi,” kata Kades Petrus Muda.
Tanaman sorgum dikembangkan di kebun desa seluas kurang lebih satu hektare, yang sebelumnya terbengkalai. Setelah panen, sorgum yang berbentuk butiran besar yang keras diolah menjadi tepung, lalu dikemas dalam plastik kemasan sederhana. Tepung inilah yang dijual dengan skema pembayaran lunak kepada warga. Harganya Rp20 ribu untuk kemasan 800 gram. Ada pula kemasan yang lebih kecil.
Sorgum adalah tanaman asli Afrika yang paling tahan di daerah kering. Di Indonesia tanaman ini tumbuh subur di Nusa Tenggara Timur. Beberapa penelitian mengenai sorgum menyebutkan bahwa nilai gizi sorgum dibanding bahan pangan populer lain di Indonesia, yaitu beras, nyaris setara. Setiap 100 gram sorgum mengandung 332 kkal, sementara beras 360 kkal. Masih dalam 100 gram sorgum, karbohidratnya 73 gram, sedangkan beras 78,9 gram. Dalam sorgum dengan volume tersebut juga terdapat protein 11 gram, kalsium 28 mg, zat besi 44 mg, dan fosfor 287 mg.
Kandungan gulanya sorgum lebih banyak berupa fruktosa, beda dengan gula beras yang jenisnya glukosa. Karena gula sorgum menyerupai gula buah, maka lebih aman dikonsumsi bagi yang ingin diet atau yang punya diabetes.
Lima peneliti dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) telah mengembangkan berbagai jenis pangan dari sorgum untuk mengatasi masalah gizi ganda (MGG) di Indonesia. Tim peneliti terdiri dari Dr. Desta Wirnas, Dr. Trikoesoemaningtyas, Prof. Didy Sopandie, Dr. Siti Marwiyah, dan Erin Puspita Rini, SP, MSi.
Dr. Desta Wirnas selaku peneliti mengatakan, sorgum adalah biji-bijian sereal yang berkandungan karbohidrat setara dengan beras namun dengan berbagai keunggulan. “Biji sorgum mengandung lebih banyak protein, vitamin B dan zat besi dibandingkan beras,” katanya. Dengan keunggulan tersebut, sorgum dapat membantu mengatasi masalah gizi buruk. (mjr/mw)