PONTIANAK (stunting.go.id)- Tim Percepatan Penurunan Stunting Sekretariat Wakil Presiden (TP2S Setwapres) melakukan pendampingan kepada Provinsi Kalimantan Barat agar program percepatan penurunan stunting lebih efektif. Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Suprayoga Hadi mengatakan, pendampingan ini untuk memastikan agar program percepatan penurunan stunting sesuai dengan fokus yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI).
Kalimantan Barat (Kalbar) memang sudah ditetapkan sebagai salah satu dari 12 provinsi prioritas percepatan penurunan stunting. Pada saat ini, prevalensi stunting di Kalbar mencapai 27,8 persen menurut SSGI 2022, turun tipis 2 persen dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah pada akhir tahun 2024 telah menargetkan angka prevalensi stunting 14 persen, sementara prevalensi stunting secara nasional berdasarkan SSGI 2022 masih pada angka 21,6 persen.
“Ada beberapa daerah yang perlu pendampingan agar akselerasi penurunan stunting bisa lebih cepat,” kata Suprayoga Hadi di Pontianak (7/12/2023). Untuk itu, Tim Setwapres turun ke Kota Pontianak dan lima kabupaten untuk melakukan serangkaian aktivitas koordinasi dan juga kunjungan lapangan. Tim Setwapres berkolaborasi dengan tim dari Kemendagri, Kemenkes, Bappenas, Kemendesa, dan BKKBN. Lima kabupaten/kota yang menjadi daerah pendampingan adalah Kabupaten Landak, Bengkayang, Sambas, Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Singkawang.
Beberapa kementerian dilibatkan agar dapat langsung mencarikan solusi dan memfasilitasi langkah Pemprov Kalbar dalam mengejar target penurunan stunting. Pendampingan ini berfokus pada tiga hal. Pertama, aspek tata kelola yang menyangkut komitmen, kepemimpinan, manajerial dan kelembagaan. Kedua, aspek intervensi spesifik atau program langsung ke individu sasaran yang berkaitan dengan kesehatan. Ketiga, intervensi sensitif atau program yang yang mempengaruhi secara tidak langsung terjadinya stunting, termasuk akses sanitasi dan air bersih.
Tingginya stunting di Kalbar disebabkan oleh multifaktor. Masalah yang dihadapi oleh kalangan ekonomi lemah adalah kurangnya asupan gizi pada balita, gizi pada ibu hamil, dan gizi pada remaja putri yang akan memasuki usia pernikahan. Angka kemiskinan ekstrem di Kalimantan Barat ada di angka 2,04 persen. Kabupaten Ketapang adalah daerah dengan angka kemiskinan ekstrem tertinggi di Kalimantan Barat, yakni 36,67 persen. Penyebabnya, antara lain infrastruktur yang belum memadai dan masih terdapat desa belum mendapat akses listrik.
Namun terdapat fakta umum yang dihadapi banyak kota di Kalimantan Barat, termasuk Pontianak, yaitu masalah ketersediaan air bersih. Meskipun Kalbar memiliki Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang airnya melimpah ruah, namun akses air bersih masih kurang karena sumber air masyarakat tradisional masih mengandalkan sumber air tanah yang tercampur gambut. Sedangkan akses terhadap PDAM belum dapat dinikmati oleh semua warga masyarakat.
Kepala Perwakilan BKKBN Kalbar Pintauli Romangasi Siregar mengatakan, kondisi alam di Provinsi Kalbar masih menjadi tantangan dalam upaya percepatan penurunan stunting. Contohnya Kabupaten Kubu Raya yang posisinya dekat dengan ibu kota provinsi, daerahnya masih banyak yang sulit dijangkau oleh layanan kesehatan masyarakat. “Harapan kita para petugas yang mendekat pelayanan dengan menjemput bola ke tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Kalbar selalu mendorong agar anak-anak dan ibu hamil untuk dibawa ke Posyandu. Akan tetapi, jika kondisi lapangan tidak memungkinkan, maka para petugas harus jemput bola dan bertemu masyarakat. “Kita harus mencari solusi yang tepat terhadap kondisi tersebut, terutama petugas KB yang berada di desa misalnya, dengan memanfaatkan teknologi dan pendekatan secara personal agar informasi dan edukasi pencegahan stunting tersampaikan,” ujarnya. (mjr.mw)