Pedoman Management Pelayanan Gizi Spesifik di Puskesmas untuk Percepatan Penurunan Stunting di Ind
Prevalensi Balita stunting di Indonesia mengalami penurunan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stunting mengalami penurunan dari 37,2% (Riskesdas, 2013) menjadi 30,8%. Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi Balita stunting sebesar 27,67%. Namun, angka tersebut masih mencerminkan banyaknya Balita yang mengalami stunting di Indonesia.
Stunting terkait dengan banyak faktor risiko, antara lain faktor asupan gizi ibu dan anak, status kesehatan Balita, ketahanan pangan, lingkungan sosial dan kesehatan, lingkungan pemukiman, kemiskinan, dan lain-lain (UNICEF, 2013; WHO, 2013). Berbagai penelitian dunia menunjukkan bahwa prevalensi stunting dapat diturunkan secara signifikan dengan meningkatkan cakupan intervensi gizi spesifik hingga ≥ 90% (Bhutta dkk., 2013).
Permasalahan gizi pada ibu hamil sering terjadi karena adanya masalah pada saat remaja dan sebelum hamil. Kekurangan gizi kronis dan anemia pada remaja berdampak buruk pada kesehatan dan perkembangan mereka. Tingginya angka malnutrisi pada remaja putri, berkontribusi pada peningkatan morbiditas dan mortalitas pada kehamilan dan persalinan, serta peningkatan risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi ini berkontribusi pada siklus malnutrisi antar generasi.
Panduan supervisi dengan menggunakan daftar tilik pelayanan gizi spesifik di puskesmas
Pencegahan dan penanganan stunting pada anak balita hingga saat ini masih menjadi prioritas pemerintah; berbagai pedoman telah diluncurkan untuk membantu petugas kesehatan dan masyarakat bersama-sama mencegah dan menangani stunting di masyarakat. Salah satu pedoman yang akan membantu Puskesmas dalam memaksimalkan pelayanan gizi spesifik adalah Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi Spesifik di Puskesmas untuk Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia. Pedoman ini akan membantu Puskesmas dalam mengatur pelayanan gizi spesifik di Puskesmas sehingga pelayanan dapat menjadi lebih optimal.
Pencegahan dan penanganan stunting yang berjalan optimal membutuhkan mekanisme monitoring dan evaluasi yang berjalan dengan baik. Selain Puskesmas sendiri melakukan monitoring capaian program, peran dari dinas kesehatan kabupaten/kota juga sangat dibutuhkan. Dinas kesehatan kabupaten/kota diharapkan dapat melakukan proses monitoring dan evaluasi serta supervisi melalui laporan bulanan yang diterima dan kunjungan ke Puskesmas untuk melakukan umpan balik dan pembinaan. Untuk itu, dikembangkan Panduan Supervisi Dengan Menggunakan Daftar Tilik Pelayanan Gizi Spesifik sebagai panduan dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melakukan monitoring dan pembinaan